Rabu, 25 Juni 2008

STUDI PENGARUH AGUNAN DAN PETUGAS BANK TERHADAP KREDIT BERMASALAH PADA PERBANKAN DI JAYAPURA

STUDI PENGARUH AGUNAN DAN PETUGAS BANK TERHADAP KREDIT BERMASALAH PADA PERBANKAN DI JAYAPURA
JOHN AGUSTINUS WATTIMENA
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PORT NUMBAY JAYAPURA


RINGKASAN

Tujuan penelitian ini adalah pertama, mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh variabel-variabel Penilaian Agunan, Besaran Kredit, Lokasi dan Petugas Bank terhadap Non-Performing Loans secara simultan; kedua, mengetahui pengaruh variabel Penilaian Agunan, Besaran Kredit, Lokasi dan Petugas Bank terhadap Non-Performing Loans secara parsial dan ketiga diantara variabel Penilaian Agunan, Besaran Kredit, Lokasi dan Petugas Bank berpengaruh dominan terhadap Non-Performing Loans. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menjelaskan (eksplanatori), yaitu penelitian ini menguji hipotesis-hipotesis tentang adanya pengaruh antara berbagai variabel yang diteliti.
Populasi dalam penelitian ini seluruh BRI unit yang berada pada wilayah kerja Bank Rakyat Indonesia Tbk. Selanjutnya populasi BRI Unit yang ada pada wilayah kerja Bank BRI Tbk tersebut diolah, maka penelitian ini adalah penelitian sensus. Dalam memperoleh data dari responden digunakan metode aksidental sampel dimana responden yang dianggap memiliki informasi yang akurat itu diambil sebagai sumber data, maka diperoleh informasi dari para kepala unit dan mantri unit. Analisis yang digunakan mengacu pada tujuan penelitian adalah regresi berganda (multiple regression), yaitu persamaan regresi yang menghubungkan beberapa preditor (variabel bebas) dengan satu kriterium (variabel terikat).
Hasil pengujian hipotesis satu menyatakan terdapat pengaruh secara simultan variabel-variabel penilaian agunan, besaran kredit, lokasi dan petugas bank terhadap variabel non-performing laons, serta dapat diketahui terdapat keeratan yang kuat antara va riabel bebas terhadap varaibel terikat. Hasil hipotesis kedua menyatakan di antara variabel-variabel penilaian agunan, besaran kredit, lokasi, petugas Bank diketahui bahwa variabel penilaian agunan, besaran kredit dan lokasi berpengaruh positif terhadap variabel non-performing loans dan variabel petugas bank berpengaruh negatif terhadap variabel non-performing loans. Hasil hipotesis ketiga menyatakan variabel penilaian agunan merupakan variabel dominan berpengaruh terhadap non-performing loans. Maka dapat disimpulkan hipotesis pertama, hipotesis kedua dan hipotesis ketiga pada penelitian ini dapat diterima.
Penelitian ini memberikan perhatian kepada petugas bank yang secara khusus bertugas sebagai pembina dan pengawas di bidang kredit, dimulai dari saat pertama debitur mengajukan kredit, menilai agunan, menentukan besarnya kredit yang diterima debitur sampai dengan pelunasan tepat waktu, disisi lain tanggung jawab petugas bank mampu mengatasi kredit bermasalah yang ditimbulkan.

Kata Kunci:
BRI Unit yang berlokasi di desa merupakan strategi utama, ujung tombak kesuksesan Bank BRI karena memiliki petugas bank di tingkat BRI unit yang lebih dikenal dengan mantri unit, terbukti peran mantri unit dalam membina dan mengawasi para debitur mampu menekan laju pertumbuhan non-performing loans.





I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Penelitian
Mengamati perkembangan Industri perbankan di Indonesia tentunya tidak terlepas dari kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Dari sekian banyak kebijakan yang telah dikeluarkan, menarik untuk diamati adalah kebijakan tentang Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non-Performing Loans (NPL) dalam mengukur sektor perbankan. Apabila dianalisa dengan membandingkan kebijakan Bank Indonesia dengan nomor “SE BI No: 3/25/PBI/2001” dimana Bank Indonesia menargetkan pada setiap akhir tahun sektor perbankan harus memiliki persentase minimal CAR sebesar 8% dan NPL tidak lebih dari sebesar 5%. Maka akibat apabila tidak tercapainya target tersebut bank akan dimasukkan kedalam pengawasan khusus dan dapat dilakukan tindakan-tindakan antara lain mengganti direksi bank, menghapusbukukan kredit, melakukan merger, menjual bank kepada pihak lain yang mampu mengambil alih seluruh kewajiban bank.
Pada tanggal 12 Desember 2002 Bank Indonesia mengundurkan pemberlakuan ketentuan NPL hingga Bulan Juni 2003 yang pada awalnya akan ditetapkan pada akhir tahun 2002. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Bank Indonesia adalah naiknya angka kredit bermasalah (NPL), disisi lain industri perbankan Indonesia dipercaya berbagai pihak merupakan sebuah industri yang terkena dampak paling parah dari krisis ekonomi yang sudah terjadi sejak tahun 1997 lalu. Sistem permodalan bank semakin berat, meningkatnya non-performing loans (NPL) dan penutupan beberapa bank-bank yang kurang sehat, peristiwa ini adalah dampak buruk dari krisis ekonomi tersebut. Meskipun industri perbankan terkena dampak yang buruk dan industri perbankan nasional secara mendasar masih lemah karena belum memiliki suatu lembaga perbankan yang kuat dengan dukungan infrastruktur perbankan yang baik. Oleh karena belum kuat fundamental perbankan nasional merupakan tantangan yang harus dihadapi dan dipecahkan untuk menciptakan industri perbankan nasional yang kuat dan mampu mengatasi internal maupun external shocks yang datang secara tiba-tiba.
Memburuknya kondisi perekonomian Indonesia berakibat pada menurunnya kondisi ekonomi mikro. Pengetatan likuiditas yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada masa krisis ekonomi telah mendorong tingkat suku bunga simpanan di bank. Kenaikan suku bunga simpanan ini akan dapat memicu kenaikan suku bunga pinjaman, namun kenaikan ini tidak proporsional, sehingga net interest Margin (NIM) semakin kecil. Sebaliknya, bank-bank pada umumnya sangat berhati-hati untuk menaikkan suku bunga pinjamannya, debitur bank telah kehilangan berbagai peluang bisnisnya.
Permasalahan yang muncul pada tahun 2002/2003 adalah adanya kenyataan bahwa secara personal masih banyak bank yang angka net NPL berada diatas 5%. Jika bank tersebut adalah bank yang relatif kecil, mungkin tidak menjadi masalah apabila dikenakan tindakan berupa menempatkan bank tersebut dalam pengawasan khusus. Tetapi kalau itu menyangkut bank besar maka tindakan tersebut dapat mengguncang sektor riil karena untuk menurunkan net NPL dibawah 5% bank perlu melakukan pemumukan angka CAR di bawah 8%. Permasalah ini dapat di lihat pada perkembangan rasio NPL terhadap modal perbankan nasional, menurut data Biro Riset InfoBank dimana data perbankan nasional tersebut diperoleh dari Bank Indonesia, dan diolah dengan hasil sebagai berikut (InfoBank Outlook 2005: 29),
Tabel 1.
Rasio NPL Terhadap Modal
Per Desember 2002 – 2003
Keterangan 2002 2003 Juni 2004
Kredit (Rp Triliun) 410,3 475,7 513,4
NPL (Rp Triliun) 33,2 38,5 40,1
Modal (Rp Triliun) 93,0 105,9 115,9
NPL-GROSS (%) 8,1 8,1 7,8
NPL/MODAL (%) 35,7 36,4 34,5
Sumber: BI, diolah kembali oleh Biro Riset InfoBank (birl).
Dari tabel diatas dapat dilihat Rasio NPL terhadap modal perbankan masih berada pada angka 36,4%, atau naik tipis dibandingkan posisi akhir tahun 2002 yang masih sekitar 35,7%. Angka 36,4% itu diperoleh dengan membandingkan posisi NPL yang sebesar Rp. 38,5 triliun dengan modal perbankan yang mencapai Rp. 115,9 triliun. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Paul Sutaryono (2005: 3) bahwa bank nasional masih menganggap bahwa kredit UMKM banyak menyimpan potensi risiko, misalnya dalam administrasi kredit untuk UMKM hampir sama repotnya dengan kredit perusahaan besar atau korparasi, disamping itu pendapatan bunga yang bakal diperoleh dari UMKM juga jauh lebih kecil dan sebagian besar calon nasabah UMKM tidak memiliki agunan (collareal) yang memadai secara kualitas maupun kuantitas. Tingginya potensi risiko dapat dilihat pada tabel indikator perbankan secara nasional sebagai berikut,
Tabel 2.
Indikator Utama Perbankan

No
Indikator Utama
2003 2004 (s.d. November
1 Total Aset (Rp Triliun) 1.196,2 1.228,1
2 Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp Triliun) 888,6 932,5
3 Kredit (Rp Triliun) 477,19 573,4
4 Aktiva produktif (AP) (Rp Triliun) 1.072,4 1.114,9
5 Net Interest Income (NII) (Rp Triliun) 3,2 5,0
6 Loan to deposit ratio (LDR) % 43,2 49,5
7 Return on Asset (ROA) % 2,5 3,0
8 Non Performing Loans (NPL) gross (%) 8,2 6,6
9 Non Performing Loans (NPL) net (%) 3,0 2,0
10 Capital Adequacy Ratio (CAR) (%) 19,4 19,7
11 Kredit / AP (%) 44,5 51,4
12 Net Interest Margin/NIM (NII/AP) (%) 0,3 0,4
Sumber: Bank Indonesia, Economic Review Journal. No 200. Jun 2005.

Dari kedua tabel diatas dapat disimpulkan sementara bahwa dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini perbankan nasional masih memiliki permasalahan dalam menangani non-performing loans.
Pengukuran dengan menggunakan pengendalian manajemen yang dikemukakan oleh Mulyadi (1999) dan di dukung oleh Direktur Utama BRI Rudjito (BisnisBank, 2005:12) yang menyatakan bahwa harus terdapat unsur-unsur yang terbagi dalam kelompok struktur manajemen yang kuat dalam mempengaruhi perkembangan kredit. Konsep pengendalian manajemen yang digunakan dilandasi oleh empat kelompok (cluster) yang antara antara lain (1) Penilaian terhadap nilai agunan terhadap besarnya kredit (collateral), (2) Lokasi, (3) Besaran kredit (4) Petugas Bank (account officer).
Penelitian tentang Colateral, Lokasi Bank, Jumlah Kredit dan Account Officer juga pernah diteliti oleh sabout (1989: 15) dan Indrawati (1996: 20). Keduanya mempergunakan laba sebagai tolok ukur kinerja. Temuan hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa keempat variabel Penilaian Jaminan (Colateral), Besaran Kredit Lokasi, dan Petugas Bank (Account Officer) dikategorikan sebagai faktor-faktor pengendalian manajemen yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan yang dihasilkan.
Maka penelitian ini ingin mengetahui apakah variabel-variabel dalam pengendalian manajemen antara lain variabel Penilaian Agunan (Colateral), Besaran Kredit, Lokasi, dan Petugas Bank (Account Officer) tersebut mempengaruhi Non Performing Loans pada Unit BRI Tbk. Memang kesulitan-kesulitan keuangan dalam industri perbankan bisa disebabkan oleh faktor ekonomi maupun faktor non ekonomi seperti yang dikemukakan oleh Sinkey (1975: 12), Meyer & Pifer (1970: 9), Booz Allen and Hamilton (1987: 14), maka penulisan ini berbeda dimana penulis sebelumnya, bahwa penelitian ini ingin memusatkan perhatian pada indikator Non Performing Loans yang tercantum dalam laporan keuangan. Dimana Non Performing Loans memiliki sifat kolektibilitas (Thomas Suyatno, 2003:115) dan berdasarkan PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk, Nota – Facsimile No. B.289-ADK/KBP/03/2005, kolektibilitas non performing loans yang berlaku di lingkungan Bank Rakyat Indonesia, terdiri dari: (1) Dalam Perhatian Khusus (DPK): Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari, (2) Kurang Lancar (KL): Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari, (3) Diragukan (D): Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari), (4) Macet (M): Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan baik secara empirik dan teoritis diatas maka penulis sangat tertarik untuk meneliti beberapa variabel-variabel yang mempengaruhi non-performing loans.


II. TINJAUAN TEORI

Pengertian Kredit
Menurut Thomas Suyatno (2003: 2) kredit dalam arti ekonomi adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Pendapat yang sama didukung oleh Rachmat Firdaus (2003: 2) bahwa kredit adalah suatu reputasi yang dimiliki seseorang yang memungkinkan ia bisa memperoleh uang, barang-barang atau buruh/tenaga kerja dengan jalan menukarkannya dengan suatu janji untuk membayarnya di suatu waktu yang akan datang.
Rachmat Firdaus (2003: 4) dalam bukunya Manajemen Perkreditan Bank Umum mengemukakan tentang pentingnya manajemen perkreditan. Manajemen perkreditan adalah pengelolaan kredit yang dijalankan oleh bank meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan sedemikian rupa sehingga kredit tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan kesepakatan antara bank dengan debitur.


Teori Non-Performing Loans
Non-Performing loans dikenal dengan istilah kredit bermasalah, tentunya Non Performing loans muncul karena adanya kredit yang tidak mampu dibayarkan oleh debitur sehingga menimbulkan permasalahan pada pos aktiva produktif pada neraca keuangan bank. Menurut Thomas Suyatno (2003: 123) Aktiva produktif adalah semua aktiva dalam rupiah maupun valuta asing yang dimiliki bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan dimana salah satu aktiva tersebut adalah kredit yang diberikan.
Menurut Bank Indonesia (1998) kredit dengan kriteria Non-Performing Loans (NPL) adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tentang kualitas aktiva produktif.
Menurut Siamat (1993: 220), Non-Performing Loan (NPL) adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi diluar kemampuan debitur.

Pengertian Agunan
Pengertian dan kegunaan jaminan yang dikemukakan oleh Thomas Suyatno (2003: 88) bahwa jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang.
Undang-undang nomor:14 tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan pasal 24 (1) menyebutkan bahwa ”Bank Umum tidak memberikan kredit tanpa jaminan kepada siapa pun”. Berdasarkan pengertian tersebut, nilai dan legalitas jaminan yang dikuasai oleh bank atau yang disediakan oleh debitur harus cukup untuk menjamin fasilitas kredit yang diterima nasabah/debitur. Barang-barang yang diterima bank harus dikuasai atau diikat secara yuridis, baik berupa akta dibawah tangan maupun akta otentik.

Pengertian Besaran Kredit
Dalam menunjang pemerataan pembangunan dan membantu memperluas kesempatan kerja, pemerintah pada bulan desember 1973 mulai memperkenalkan program Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) yang ditujukan khusus untuk golongan ekonomi lemah.
Menurut Thomas Suyatno (2003: 33) sebagai upaya untuk memperluas kesempatan berusaha bagi masyarakat pedesaan, perbankan juga menciptakan program kredit mini, kredit midi dan kredit untuk koperasi.

Pengertian Lokasi
Elliott (1996: 195) dalam bukunya ”Buku Pegangan Manjer Bank” mengemukakan Kondisi dan lokasi kantor akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usahanya: ia memerlukan ruangan yang cukup luas, tata letak yang menarik untuk menarik untuk menarik minat nasabah serta menciptakan suasana kerja yang menyenangkan. Lokasi yang tepat menurut Elliott (1996: 195) dapat menampung jumlah bisnis yang cukup besar dan mampu ditangani. Bahkan tidak diragukan lagi bahwa kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan oleh suatu cabang bank adalah sangat penting bagi seorang nasabah. Orang tidak ingin melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk urusan perbankan mereka. Di daerah-daerah perkotaan, mereka yang bekerja di kantor-kantor ingin dapat mencapai bank selama jam makan siang.
Rachmat Firdaus (2003: 35) menjelaskan dalam bisnis perbankan dimana hampir mustahil bahwa semua kredit yang disalurkan akan 100% berjalan lancar sehingga sedikit atau banyak bank akan menghadapi kredit bermasalah (non-performing loans/NPL).

Pengertian Petugas Bank
Menurut Elliott (1996: 169) menyatakan bahwa para nasabah membutuhkan pelayanan dari staf bank yang berpengalaman, teliti dan ramah. Pemimpin bank cabang perlu mengawasi agar staf mereka tetap bermotivasi baik selama masa-masa perubahan yang pesat ini, yang memang merupakan masa-masa yang sangat kritis untuk ditempuh. Pendapat ini juga didukung oleh Rakhmat Firdaus (2003: 52), Petugas Bank memiliki tugas monitoreing dan pengawasan kredit, dimana diperlukan sebagai upaya peringatan dini (earling warning) yang mampu menganitispasi tanda-tanda penyimpangan dari syarat-syarat yang telah disepakati antara debitur dengan bank yang mengakibatkan menurunnya kualitas kredit serta untuk menentukan tingkat kualitas/kolektibilitas kredit yang bersangkutan dan dalam kebijakan perkreditan bank, setiap petugas bank harus mengatur dan mencantumkan tata cara penyelematan dan penyelesaian kredit bermasalah (non-performing loans).
Tjiptoadinugroho (1994: 132) mengemukakan bahwa pengawasan dilakukan oleh seorang petugas atau pegawai langsung di bawah pimpinan Bank Rakyat Indonesia. Petugas atau karyawan ini dinamai Mantri Bank/Lumbung Desa. Para mantri ini menjalankan tugasnya dengan mengunjungi bank-bank atau lumbung desa itu pada waktu pembukaan atau pada waktu tutup untuk mencocokkan (memeriksa) kas. Administrasi diperiksa, mengamat-amati jalannya pembukaan bank, yaitu penerimaan dan pembayaran pinjaman.


III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi pengembangan (extended replication) atas penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Pengembangan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan pengendalian beberapa variabel manajemen khususnya dalam manajemen kredit yang mempengaruhi non-performing loans sebagai variabel dependennya. Penelitian ini menggunkan variabel-variabel yang ada dalam pengendalian manajemen. Maka untuk tidak semakin luas pembahasan maka dilakukan pembatasan variabel dengan menilai variabel-variabel yang peneliti lakukan. Penilaian tersebut mengunakan metode studi pustaka, dimana pemilahan variabel penilaian agunan, besaran kredit, lokasi dan petugas bank adalah dengan menggunakan kajian penelitian sebelumnya yang peneliti baca dan melakukan observasi lapangan sebelum dilakukan penelitian. Tujuannya adalah apakah variabel-variabel tersebut apakah bisa untuk dilakukan penelitian nantinya. Maka pengembangan dalam penelitian ini menggunakan variabel independen, yaitu variabel penilaian agunan, besaran kredit, lokasi dan variabel petugas bank.
Dalam penelitian ini yaitu menguji variabel-variabel yang mempengaruhi non-performing loans maka analisis data yang digunakan adalah analisis rergresi berganda. Kerangka pemikiran atas penelitian ini disajikan untuk mengarahkan pelaksanaan penelitian dan memudahkan pembaca dalam memahami alur proses penelitian. Maka dapat dilihat kerangka pemikiran dalam penelitian ini dalam gambar 1. sebagai berikut

Gambar 1.
Kerangka Konsep Penelitian














2. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diungkapkan pada uraian sebelumnya, maka dapatlah ditarik suatu hipotesis penelitian yang kemudian diuji kebenarannya dengan mempergunakan fakta-fakta yang diperoleh dari penelitian Hipotesis ini masih merupakan dugaan sementara yang kebenarannya masih diuji lebih lanjut.
Dari kerangka pemikiran yang ada, maka model hipotesis di dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :





Gambar 2.
Model Hipotesis Penelitian
Variabel-variabel yang Berpengaruh Terhadap Non-Performing Loans























Keterangan :
Hipotesis I: Pengaruh secara
simultan
Hipotesis II: Pengaruh secara
partial
Hipotesis III: Pengaruh dominan

Berdasarkan model hipotesis tersebut di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1: Variabel-variabel penilaian agunan, besaran kredit, lokasi dan petugas bank secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Non-Performing Loans.
H2: Variabel-variabel penilaian agunan, besaran kredit, lokasi dan petugas bank secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Non-Performing Loans.
H3: Variabel penilaian agunan mempunyai pengaruh dominan terhadap non-pefroming loans.


IV. METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah BRI Unit Wilayah Kerja Bank Rakyat Indonesia sebagai obyek penelitian. Dimana dengan dasar pertimbangan Wilayah kerja BRI unit sebanyak 24 BRI Unit yang tersebar di Kota dan Kabupaten. Dimana masing-masing unit merupakan pusat pertanggungjawaban yang dapat diukur kinerjanya.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bersifat menjelaskan (eksplanatori), yaitu penelitian yang bertujuan menguji hipotesis-hipotesis tentang tentang adanya hubungan sebab akibat antara berbagai variabel yang diteliti (Melly G. Tan dalam Koentjaraningrat, 1994;29 dan 32). Selanjutnya dikatakan, penelitian ini dapat dilakukan kalau pengetahuan tentang masalahnya sudah cukup, artinya sudah ada berbagai penelitian empiris yang menguji berbagai hipotesis tertentu, sehingga terkumpul berbagai generalisasi empiris. Dengan demikian tujuan si peneliti adalah menguji hipotesis tertentu dengan maksud membenarkan atau memperkuat hipotesis tersebut.

Populasi Penelitian
Penelitian ini merupakan peneltian sensus dengan mengambil full sample terhadap 24 kepala BRI unit yang bertanggung jawab terhadap aktivitas BRI Unit yang menjadi tanggung jawab sebagai responden. Alasan pengambilan populasi ini adalah untuk spesifikasi penelitian yang di lakukan sehingga memudahkan dalam melakukan pengendalian manajemen secara parsial dan dalam pengambilan kesimpulan penelitian ingin mengukur variabel-variabel pengendalian manajemen terhadap Non-Performing Loans pada BRI Unit pada tahun 2001 sampai dengan 2004. Penentuan periode tersebut dengan pertimbangan:
a. BRI Unit yang didirikan sesudah tahun 2001. Kriteria ini bertujuan untuk menghindari bias karena perbedaan umur BRI Unit yang menyolok.
b. BRI Unit beroperasi secara terus menerus mulai awal tahun 2001 sampai dengan akhir tahun 2004. Kriteria ini bertujuan untuk menghindari bias yang disebabkan oleh ketidaklengkapan data penelitian.


Metode Regresi Linier Berganda
Dalam penelitian ini analisis yang digunakan mengacu pada tujuan penelitian adalah regresi berganda (multiple regression), yaitu persamaan regresi yang menghubungkan beberapa preditor (variabel bebas) dengan satu kriterium (variabel terikat). Analisis regresi berganda dipilih karena dalam penelitian ini dimaksudkan untuk: a) menguji seberapa besar pengaruh beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat secara serempak, b) menguji secara partial serta untuk menemukan variabel bebas mana yang berpengaruh paling signifikan terhadap variabel terikat.
Selanjutnya agar regresi berganda bisa memberikan manfaat dengan benar maka analisis regresi berganda tersebut harus melihat bebarapa asumsi antara lain asumsi heteroskedastisitas, autokorelasi dan multikolinearitas atau disebut uji asumsi klasik yaitu:
1) Uji Statistik
Setelah asumsi klasik yang penting dalam regresi linear dapat dipenuhi selanjutnya dapat dilakukan analisis regresi. Yakni untuk melihat dan mengetahui seberapa jauh jumlah nilai suatu variabel tergantung pada variabel lainnya. Menurut Gujarati (1978:49) Model ini dikembangkan untuk mengestimasi nilai variabel dependen Y dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen (X1, X2, X3, X4 ... Xn).
Hubungan fungsional antara variabel dependen dengan variabel independen secara umum dapat ditulis rumus sebagai berikut :
(3.1)
secara alternatif bisa dinyatakan sebagai
(3.2)
di mana  = ln 0, model linear dalam parameter  dan 1 dan linear dalam logaritma variabel Y dan X, jadi namanya model log-ganda atau log-linear. Kalau asumsi model regresi linear klasik dipenuhi, parameter (3.2) dapat ditaksir dengan metode ordinary least squares (OLS) dengan memisalkan (3.3)
Dimana:
Y = Non-Performing Loans
β0 = Parameter intersep
β = Parameter Koefisien regresi
β1X1 = Nilai Agunan
β2 X2 = Jumlah Kredit
β3 X3 = Lokasi
β4 X4 = (Petugas Bank) Account Officer
 = Kesalahan pengganggu
Penaksir ordinary least squares (OLS)  dan β1 yang diperoleh akan merupakan penaksir linear-tak bias terbaik BLUE (best linear unbiased). Sehingga model regresi linear untuk penelitian ini dapat dinyatakan:



Pengujian Hipotesis
Analisis secara simultan digunakan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan diketahuinya koefisien korelasi (R), berarti dapat mengetahui variabel bebas (X) mempunyai keeratan pengaruh terhadap variabel terikat (Y). Sedangkan analisis parsial untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat masing-masing satu per satu. Dengan diketahuinya koefisien korelasi secara parsial (r), berarti dapat mengetahui dan mengukur variabel-variabel mana yang mempunyai keeratan pengaruh yang paling tinggi atau kuat, dan mana yang mempunyai keeratan pengaruh yang paling rendah atau lemah terhadap variabel terikat (Y).
a. Uji Hipotesis Satu (H1)
Untuk menguji hipotesis satu (simultan), alat uji yang dipergunakan adalah koefisien korelasi berganda (R) dan koefisien determinasi berganda (R2). Koefisien korelasi berganda dan koefisien determinasi berganda merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui keeratan pengaruh antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Untuk keperluan pengujian ini dengan melihat apakah nilai-nilai koefisien yang diperoleh bernilai nyata atau tidak antara Fhitung dan Ftabel pada tingkat keyakinan 5% atau (=0,05). Uji F yang dimaksud, sebagai berikut :
Mudrajad (2003:98), Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat.
Uji F digunakan uji yang digunakan untuk mengetahui keeratan pengaruh antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) secara simultan.
Rumus dari uji F sebagai berikut :
F hitung =
Keterangan :
R2 = koefisien determinasi
k = jumlah variabel bebas
n = jumlah sampel
F = uji hipotesis

Besarnya  yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5%, sedangkan hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut :
Ho : R(Y,Xi…j) = 0 (menunjukkan secara parsial maupun secara simultan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara variabel X i…j dengan variabel Y).
Ha : R(Y,Xi…j) ≠ 0 (menunjukkan secara parsial maupun secara simultan adanya pengaruh yang signifikan antara variabel Xi…j dengan variabel Y).
Adapun kriteria penilaiannya adalah sebagai berikut :
- F hitung > F tabel, maka hipotesis nol (Ho) ditolak
- F hitung  F tabel, maka hipotesis nol (Ho) diterima

b. Uji Hipotesis dua dan tiga (H2 dan H3)
Untuk menguji hipotesis dua (parsia)l, alat uji yang dipergunakan adalah koefisien korelasi parsial (r) atau koefisien regresi berganda (b). Koefisien korelasi parsial atau koefisien regresi berganda merupakan uji yang digunakan mengetahui dan mengukur variabel-variabel mana yang mempunyai keeratan pengaruh yang paling tinggi atau kuat, dan mana yang mempunyai keeratan pengaruh yang paling rendah atau lemah terhadap variabel terikat (Y). Untuk keperluan pengujian ini dengan melihat apakah nilai-nilai koefisien yang diperoleh bernilai nyata atau tidak antara t hitung dan t tabel pada tingkat keyakinan 5% atau (=0,05). Uji t yang dimaksud, sebagai berikut :
Mudrajad (2003:97), Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat.
Uji t ini dimaksudkan untuk mengetahui koefisien regresi mengenai pengaruh antara variabel bebas yang lebih kecil atau sama terhadap variabel terikat.
Rumus dari uji t sebagai berikut :
t (bi) =
Keterangan :
bi = koefisien regresi
SE (bi) = standar error koefisien regresi
Besarnya  yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5%, sedangkan hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut :

Ho : rbxi = rbxj…k artinya dibandingkan dengan variabel bebas (Xj…k), variabel bebas (Xi) tidak mempunyai pengaruh paling signifikan terhadap variabel terikat (Y).

Ha : rbxi ≠ rbxj…k artinya dibandingkan dengan variabel bebas (Xj…k), variabel bebas (Xi) mempunyai pengaruh paling signifikan terhadap variabel terikat (Y).
Adapun kriteria penilaiannya adalah sebagai berikut :
a) Menetapkan variabel yang bermakna dengan membandingkan t hitung dengan t tabel, apabila t hitung > t tabel, maka dikatakan signifikan.
b) Dari variabel yang bermakna, dipilih yang paling signifikan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi ini digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh antara variabel bebas yaitu Penilaian Agunan (X1), Besaran Kredit (X2), Lokasi (X3), Petugas Bank (X4) terhadap variabel terikat yaitu Non-Performing Loans (Y). Dengan menggunakan bantuan SPSS for Windows ver 12.00 didapat model regresi:
Dengan memperhatikan angka-angka dari Tabel 5.12 akhirnya dapat disusun persamaan regresi linier berganda pada penelitian sebagai berikut :

Rekapitulasi Hasil Pengujian

U k u r a n Koefisien Regresi
(b)
t
Hitung
t Tabel
α = 0.05;df.43 Sig Keterangan
X1 0.593 5.865 2.017 0.000 Ho diterima
X2 0.364 2.955 2.017 0.005 Ho diterima
X3 0.271 2.167 2.017 0.036 Ho diterima
X4 -0.283 -2.743 2.017 0.009 Ho diterima
Konstanta (bo) = 2.564
Multiple R = 0.782
R Square (R2) = 0.611
Adjusted R Square = 0.575
F Hitung = 16.906
F Tabel = 2.589



Y = 2.564 + 0.715 X1+ 0.625 X2 + 2.571 X3 – 0.500 X4

Hasil Pengijian hipotesis Satu (F test / Simultan)
Analisis secara simultan digunakan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan diketahuinya koefisien korelasi (R), berarti dapat mengetahui variabel bebas (X) mempunyai keeratan pengaruh terhadap variabel terikat (Y).
Untuk menguji hipotesis secara simultan, alat uji yang dipergunakan adalah koefisien korelasi berganda (R) dan koefisien determinasi berganda (R2). Koefisien korelasi berganda dan koefisien determinasi berganda merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui keeratan pengaruh antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Untuk keperluan pengujian ini dengan melihat apakah nilai-nilai koefisien yang diperoleh bernilai nyata atau tidak antara Fhitung dan Ftabel pada tingkat keyakinan 5% atau (=0,05).
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 5.12., dapat disimpulkan bahwa pengujian terhadap H1 diterima dan Ho ditolak. Hal ini dapat dijelaskan melalui nilai F hitung sebesar 16.906. Sedangkan F tabel (α = 0.05 ; db regresi = 5 : db residual = 43) adalah sebesar 2,589. Karena F hitung > F tabel yaitu 16.906 > 2.589 maka analisis regresi adalah signifikan. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Non-performing loans dapat dipengaruhi secara signifikan oleh penilaian agunan, besaran kredit, lokasi, dan petugas bank.
Jika dilihat dari koefisien korelasi (R) sebesar 0,782, berarti bahwa variabel-variabel penilaian agunan (X1), besaran kredit (X2), lokasi (X3) dan petugas bank (X4), mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel non-performing loans (Y), sedangkan jika dilihat dari koefisien determinasi (R2) sebesar 0,611, berarti variabel-variabel penilaian agunan (X1), besaran kredit (X2), lokasi (X3) dan petugas bank (X4), mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel non-performing loans (Y) sebesar 61,1%, sedangkan sisanya sebesar 38,9% dipengaruhi oleh variabel bebas lain yang tidak diteliti atau di luar model.
Berdasarkan penjelasan mengenai pengaruh secara simultan antara variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), dimana dari nilai Fhitung > Ftabel pada taraf nyata  = 0,05; db regresi = 5 : db residual = 43, maka dapat dikatakan hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini dapat diterima.

Hasil Pengujian Hipotesis dua (t test / Parsial)
Analisis secara parsial untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat masing-masing satu per satu. Dengan diketahuinya koefisien korelasi secara parsial (r), berarti dapat mengetahui dan mengukur variabel-variabel mana yang mempunyai keeratan pengaruh yang paling tinggi atau kuat, dan mana yang mempunyai keeratan pengaruh yang paling rendah atau lemah terhadap variabel terikat (Y).
Untuk menguji hipotesis secara parsial, alat uji yang dipergunakan adalah koefisien korelasi parsial (r) atau koefisien regresi berganda (b). Koefisien korelasi parsial atau koefisien regresi berganda merupakan uji yang digunakan mengetahui dan mengukur variabel-variabel mana yang mempunyai keeratan pengaruh yang paling tinggi atau kuat, dan mana yang mempunyai keeratan pengaruh yang paling rendah atau lemah terhadap variabel terikat (Y). Untuk keperluan pengujian ini dengan melihat apakah nilai-nilai koefisien yang diperoleh bernilai nyata atau tidak antara t hitung dan t tabel pada tingkat keyakinan 5% atau (=0,05).
Untuk mengetahui variabel bebas (X) mana yang mempunyai pengaruh paling signifikan terhadap variabel terikat, yakni non-performing loans (Y), maka dapat di lihat pada nilai keofisien parsial (r) atau koefisien regresi (b) pada Tabel 5.12. dapat dijelaskan sebagai berikut :
 t test antara X1(penilaian agunan) dengan Y (Non-performing loans) menunjukkan t hitung = 5.865. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 43) adalah sebesar 2.017. Karena t hitung > t tabel yaitu 5.865 > 2.017 maka X1(nilai agunan) adalah signifikan. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Non performing loans dapat dipengaruhi nilai agunan.
 t test antara X2 (besaran kredit) dengan Y (Non-performing loans) menunjukkan t hitung = 2.955. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 43) adalah sebesar 2.017. Karena t hitung > t tabel yaitu 2.955 > 2.017 maka X2 (besaran kredit) adalah signifikan. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Non performing loans dapat dipengaruhi besaran kredit.
 t test antara X3 (lokasi) dengan Y (Non-performing loans) menunjukkan t hitung = 2.167. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 43) adalah sebesar 2.017. Karena t hitung > t tabel yaitu 2.167 > 2.017 maka X3 (lokasi) adalah signifikan. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Non performing loans dapat dipengaruhi lokasi. Dan hasil sig. = 0.36 maka terdapat perbedaan antara lokasi desa (0) dan kota (1)
 t test antara X4 (petugas bank) dengan Y (Non-performing loans) menunjukkan t hitung = -2.743. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 43) adalah sebesar 2.017. Karena -t hitung > -t tabel yaitu -2.743 > -2.017 maka X4 (petugas bank) adalah signifikan. Hal inii berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Non performing loans dapat dipengaruhi petugas bank.
Berdasarkan penjelasan mengenai pengaruh secara regresi dan parsial dari masing-masing nilai variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), dimana masing-masing nilai (sig. t) dari variabel bebas (X) menunjukkan angka < 0,05, maka dapat dikatakan hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini dapat diterima.

Hasil Pengujian Hipotesis tiga
Untuk mengetahui diantara keempat variabel bebas penilaian agunan (X1), besaran kredit (X2), lokasi (X3) dan petugas bank (X4) berpengaruh dominan terhadap variabel terikat non-perfroming loans dapat dilihat dari nilai koefisien beta masing-masing koefisien beta (b). koefisien beta (b) merupakan nilai dari koefisien regresi yang telah distandarisasi dan fungsinya untuk membandingkan mana diantara variabel bebas yang dominan terhadap variabel terikat.
Dari Tabel 5.12. dapat dilihat nilai koefisien beta untuk masing-masing variabel bebas tersebut adalah sebagai berikut :
 Nilai koefisien beta X1 (penilaian agunan) adalah 0.593
 Nilai koefisien beta X2 (besaran kredit) adalah 0.364
 Nilai koefisien beta X3 (lokasi) adalah 0.271
 Nilai koefisien beta X4 (petugas bank) adalah -0.283
Sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan nilai koefisien beta diantara keempat variabel bebas dalam penelitian ini maka variabel yang dominan pengaruhnya terhadap non-performing loans adalah variabel penilaian agunan (X1) dengan nilai t sebesar 5.865 dan nilai b sebesar 0.593.
Berdasarkan hasil analisis regresi secara simultan dan parsial uji hipotesis penelitian, maka dapat disusun sebuah model hipotesis teruji, sebagai berikut.






Gambar 3.
Model Hipotesis teruji
Analisis Pengaruh Variabel Penilaian Agunan, Besaran Kredit, Lokasi dan Petugas Bank Terhadap Non-Performing Loans.


















Keterangan :
Hipotesis 1: Pengaruh secara
simultan
Hipotesis 2: Pengaruh secara
parsial
Hipotesis 3: Pengaruh dominan


Pengujian Hipotesis dan Interpretasi Data
a. Penilaian Agunan
Hasil analisis regresi dan parsial antara penilaian agunan (X1) dengan Non-Performing Loans (Y) menunjukkan t hitung = 5.865. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 43) adalah sebesar 2.017. Karena t hitung > t tabel yaitu 5.865 > 2.017 maka variabel penilaian agunan (X1) adalah signifikan, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Nilai koefisien regresi (b) yang diperoleh adalah positif yaitu 59,3%. Hal ini dapat disimpulkan semakin meningkat variabel penilaian agunan (X1) maka akan semakin meningkat pula non-performing loans.
Hasil perhitungan peneltian ini setelah dibandingkan dengan kondisi yang terjadi dilapangan ternyata memberikan bukti bahwa kebijakan BRI Unit adalah memberikan pinjaman kepada para debitur yang mengajukan pinjaman sebesar Rp. 3.000.000,- kebawah dibebaskan dari agunan atau jaminan. Maka dapat dibuktikan bahwa variabel penilaian agunan meningkatkan non-performing loans dikarenakan debitur tanpa jaminan. Secara teori didukung oleh Rachmat Firdaus (2003: 18) menjelaskan kredit dilihat dari segi jaminan / agunan, yang terdiri dari, (1) Kredit tidak memakai jaminan (unsecured loan), yaitu kredit yang diberikan benar-benar atas dasar kepercayaan saja, sehingga tidak ada ”pengaman” sama sekali. Kredit ini biasanya terjadi di antara sesama pengusaha (untuk tujuan produktif), atau diantara teman, keluarga, famili (biasanya untuk tujuan konsumtif), (2) Kredit dengan memakai jaminan / agunan (secured loan). Dari penelitian terdahulu terdapat perbedaan, dimana penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi (1999) menjelaskan bahwa ”kualitas agunan yang dapat diterima adalah agunan yang mudah dijual tanpa mengalami kesulitan. Ini berarti bahwa kepada pihak siapa agunan itu telah diberikan hendaklah memiliki hak yang kuat untuk menjual atau menggadaikan agunan ketika peminjam gagal memenuhi kewajiban membayar kredit yang pernah diterimanya”. Maka dapat disimpulkan bahwa diperlukan pengawasan yang ketat didalam variabel penilaian agunan.
b. Besaran Kredit
Hasil analisis regresi dan parsial antara besaran kredit (X2) dengan Non-Performing loans (Y) menunjukkan t hitung = 2.955. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 43) adalah sebesar 2.017. Karena t hitung > t tabel yaitu 2.955 > 2.017 maka variabel besaran kredit (X2) adalah signifikan, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Nilai koefisien regresi (b) yang diperoleh adalah 36,4%. Hal ini disimpulkan bahwa semakin meningkat variabel besaran kredit (X2) maka akan semakin meningkat non-performing loans.
Ketentuan yang diberlakukan pada seluruh BRI Unit adalah Debitur yang mengajukan kredit dibawah Rp. 3.000.000,- maka tidak dikenakan agunan, diatas dari Rp. 3.000.000,- debitur dikenakan agunan dan semakin besar debitur mengajukan kredit semakin besar agunan yang ditetapkan. Di tingkat BRI Unit hanya boleh menyalurkan kredit sampai dengan Rp. 50.000.000,- diatas nilai tersebut merupakan kewenangan BRI Cabang. Hasil perhitungan dalam penelitian ini setelah dibandingkan pada kondisi sebenarnya dilapangan menunjukkan bahwa manajemen Bank Rakyat Indonesia memberikan penggolongan secara administrasi dalam mengelola kredit dimana Debitur yang mengambil pinjaman tanpa agunan dikelompokkan pada kelompok dibawah Rp. 25.000.000,- dan debitur yang mengambil pinjaman yang dikenankan agunan di kelompokkan pada kelompok diatas Rp. 25.000.000,-. Maka dapat dibuktikan bahwa semakin besar kredit yang diajukan maka semakin besar agunan yang dibebankan kepada debitur. Dengan semakin besar kredit yang diajukan risiko kredit bermasalah juga semakin meningkat, maka diperlukan nilai agunan yang cepat dan mudah dijual, sehingga posisi non-performing loans tetap stabil. Secara teori hasil penelitian ini di dukung oleh Thomas Suyatno (2003: 47) yang menyatakan bahwa semakin besar kredit yang diajukan oleh pihak debitur maka semakin besar risiko terjadinya kredit bermasalah.
Kredit umum pedesaan atau disingkat dengan Kupedes adalah kredit yang diberikan untuk mengembangkan/meningkatkan usaha-usaha kecil yang ada di pedesaan, baik usaha-usaha yang sebelumnya pernah dibantu dengan fasilitas kredit mini/kredit midi dan jenis kredit yang lain maupun usaha-usaha dari calon nasabah baru. Jumlah kredit untuk setiap nasabah maksimal Rp. 3.000.000,- terdiri dari kredit investasi dan kredit modal kerja. Hal yang sama juga didukung oleh peneliti sebelumnya, Mulyadi (1999) yang mengemuakan ”sebagai upaya untuk memperluas kesempatan berusaha bagi masyarakat pedesaan, perbankan juga menciptakan program kredit mini, kredit midi dan kredit untuk koperasi. Program pemberian kredit perbankan lainnya yang juga ditujukan untuk mengembangkan usaha masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan masyarakat tersebut pada taraf ekonomi yang kuat. Maka dapat disimpulkan pengawasan besaran kredit dapat mempermudah dalam pengawasan terhadap non-performing loans.

c. Lokasi
Hasil analisis regresi dan parsial antara lokasi (X3) dengan non-performing loans (Y) menunjukkan t hitung = 2.167. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 43) adalah sebesar 2.017. Karena t hitung > t tabel yaitu 2.167 > 2.017 maka variabel lokasi (X3) adalah signifikan, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Nilai koefisien regresi (b) yang diperoleh adalah 27,1%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa penambahan variabel lokasi (X3), maka akan semakin meningkat pula non-performing loans, dan dilihat dari nilai sig. 0.036 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara lokasi desa dan kota.
Hasil penelitian ini setelah dibandingkan dengan kondisi yang terjadi di BRI Unit menunjukkan bahwa manajemen Bank Rakyat Indonesia harus konsisten dengan Visi dan Misi BRI dimana fokus pada UMKM dan memberikan pelayanan kredit yang maksimal kepada masyarakat kecil atau golongan lemah. Maka segmen tersebut terdapat di masyarakat desa, maka dapat disimpulkan bahwa lokasi desa memberikan peningkatan terhadap debitur yang mengambil kredit dibawah Rp.3.000.000,- maka akan semakin banyak kredit tanpa agunan. Maka BRI harus lebih banyak menyalurkan kredit di desa.
Secara teori didukung oleh Rachmat Firdaus (2003) bahwa penentuan lokasi ditentukan oleh tujuan dari perusahaan. Dalam penelitian terdahulu Mulyadi (1999) hanya menjelaskan diperlukan ekspansi atau pengembangan usaha Unit Bank apabila suatu bank mampu meningkatkan modalnya.

d. Petugas Bank
t test antara petugas bank (X4) dengan Non-Performing loans (Y) menunjukkan t hitung = -2.743. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 43) adalah sebesar 2.017. Karena -t hitung > -t tabel yaitu -2.743 > -2.017 maka variabel petugas bank (X4) adalah signifikan, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Nilai koefisien regresi (b) yang diperoleh negatif, yaitu 28,3%. Maka Hal ini dapat disimpulkan bahwa penambahan variabel petugas bank (X4) sebanyak satu orang maka akan menurunkan variabel non-performing loans 28,3%.
Hasil perhitungan penelitian ini setelah dibandingkan dengan kondisi sesungguhnya di BRI Unit menunjukkan bahwa peran petugas bank dalam hal ini di BRI dikenal dengan Mantri Unit memberikan bukti bahwa dengan bertambahnya petugas bank khusus menangani non-perfroming loans memberikan bukti bahwa mampu mengendalikan non-performing loans.
Maka dapat disimpulkan bahwa variabel penilaian agunan, variabel besaran kredit, variabel lokasi dan variabel petugas bank secara keseluruhan keempatnya secara signifikan mempengaruhi non-performing loans dan variabel penilaian agunan merupakan variabel yang dominan mempengaruhi non-performing loans.
Terdapat perbedaan penelitian yang dilakukan sekarang dengan penelitian terdahulu, perbedaan tersebut dimana penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mulyadi (1999), Fauzi (2001) dan Harmi (2002) adalah penelitian terdahulu memberikan hasil variabel peran petugas bank memberikan pengaruh positif terhadap Non-Performing loans sedangkan dalam penelitian ini memberikan pengaruh negatif. Perbedaan lainnya dalam penelitian-penelitian sebelumnya adalah variabel lokasi dimana penelitian terdahulu tidak membedakan lokasi desa dan kota. Penelitian sebelumnya menyatakan variabel lokasi sebagai indikator yang dapat diukur pengaruhnya terhadap variabel terikat sedangkan penelitian sekarang variabel lokasi merupakan indikator kategori dimana perlu dibedakan menjadi dua kategori yaitu desa (0) dan kota (1), maka digunakan data dummy untuk membedakan dua indikator tersebut.
Sedangkan variabel-variabel penilaian agunan, besaran kredit, dan lokasi dalam penelitian yang dilakukan sekarang mendukung penelitian sebelumnya bahwa pengaruh variabel penilaian agunan, besaran kredit dan lokasi berpengaruh positf terhadap non-performing loans.
Maka dapat disimpulkan pada penelitian ini bahwa variabel-variabel penilaian agunan, besaran kredit, lokasi, dan petugas Bank, semua variabel menunjukkan pengaruh simultan terhadap Non performing loans. Variabel penilaian agunan merupakan variabel dominan yang mempengaruhi Non-Performing Loans. Variabel penilaian agunan merupakan variabel yang paling dipertimbangkan oleh debitur yang tersebar di kabupaten dan Kota Tbk. Terutama BRI Unit yang berlokasi di desa merupakan lokasi yang paling tinggi debitur yang mengajukan kredit pada tingkat BRI unit yang berlokasi di desa dan banyak juga masyarakat lapisan ekonomi kecil dan menengah mengajukan pinjaman di daerah desa.
Demikian pula non-performing loans yang terdapat seluruh BRI unit baik di lokasi desa terdapat perbedaan yang signifikan dan diperlukan fungsi-fungsi pengawasan baik oleh manajemen di tingkat unit baik BRI Unit berlokasi di desa maupun di kota. BRI unit di desa disarankan mendapat perhatian khusus karena sesuai dengan visi dan misi PT. Bank rakyat Indonesia, tbk yang berfokus pada pelayanan UMKM kepada masyarakat dan disarankan juga untuk petugas bank yang secara khusus bertugas mengawasi para debitur ditambah karena berdasarkan penelitian ini peran petugas bank memberikan hasil yang signifikan karena mampu menurunkan tingkat non-performing loans atau mampu mengendalikan para debitur untuk tepat waktu membayar jadwal angsuran kredit.


Implikasi Hasil Penelitian
Penelitian ini menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi non-performing loans pada BRI Unit. Variabel-variabel yang dianalisis adalah variabel yang dikelompokkan dalam struktur pengendalian manajemen terdiri dari variabel penilaian agunan, besaran kredit, lokasi dan petugas bank yang di uji pengaruhnya terhadap variabel terikat non-performing loans pada 24 BRI Unit yang berada di wilayah kerja BRI. Bank Rakyat Indonesia memiliki core business yaitu menyalurkan kredit kepada usaha mikro , kecil dan menengah dan sampai dengan Juni 2005 segmentasi terbesar adalah menyalurkan kredit kepada UMKM dan sampai dengan tahun 2005 Bank Rakyat Indonesia tetap berfokus kepada penyaluran kredit kepada UMKM.
Dengan adanya kekhususan yang mendasar tersebut, maka penelitian ini sangat relevan dan bisnis Bank Rakyat Indonesia, karena pembuktian secara ilmiah terhadap landasan teoritis yang dimiliki oleh Bank Rakyat Indonesia dalam upaya menekan non-performing loans. Maka dengan adanya penelitian ini diharapkan hasil analisis dapat memberikan sumbangsih yang lebih terarah.
Implikasikan di lapangan menyatakan sebagai berikut:
a. Dengan semakin meningkatnya agunan menunjukkan semakin besar kredit yang diajukan oleh debitur. Secara teori dan kajian empiris membuktikan bahwa debitur yang mengajukan kredit yang besar maka semakin besar nilai agunan dibebankan kepada debitur demikian pula sebaliknya. Semakin meningkatnya kredit dapat dilihat juga dari besarnya nilai agunan yang diberikan debitur kepada bank, maka disisi lain risiko kredit bermasalah juga akan semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari seluruh BRI Unit wilayah kerja PT. Bank Rakyat Indonesia, tbk. Banyak debitur yang dulunya mengambil kredit dibawah Rp. 3.000.000,- (K3) dimana kredit pada kelompok tersebut tidak dikenakan agunan. Setelah mereka berhasil lunas tepat waktu maka debitur mengajukan kredit lebih besar. Dapat disimpulkan semakin besar agunan, risiko kredit bermasalah semakin besar pula. Maka diperlukan pengawasan dalam penilaian agunan, dimana agunan yang diterima bank harus dinilai agunan yang cepat dan mudah dijual. Hal ini di dukung oleh teori yang dikemukakan Teguh (2004) bahwa penilaian agunan dipilih agunan yang cepat dan mudah dijual serta pengawasan agunan merupakan sasaran strategis dalam pengamanan kredit yang diberikan kepada nasabah. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fauzi (2000) juga mendukung penelitian ini yang menyatakan bahwa semakin besar agunan semakin mencerminkan kesungguhan calon debitur. Maka penilaian agunan merupakan variabel yang perlu mendapat perhatian khusus bagi mantri unit pada masing-masing BRI unit dalam menjalankan prosedur pinjaman. Hal ini terkait dengan pertumbuhan nilai agunan, apakah calon debitur memiliki agunan yang marketebel.
b. Perbedaan lokasi debitur pada penelitian ini diukur menjadi dua kategori yaitu debitur yang berlokasi di desa dan kota. Penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan antara desa dan kota. Maka BRI Unit yang berlokasi di desa menjadi ujung tombak untuk dalam menyalurkan kredit dan pengawasan terhadap debitur. Sesuai dengan visi dan misi BRI adalah fokus pada pelayanan masyarakat desa atau UMKM maka peranan BRI Unit yang berlokasi di desa menjadi ujung tombak dalam penyaluran kredit dan menekan kredit bermasalah. Semakin banyak debitur yang berlokasi di desa yang mengajukan kredit pada BRI Unit apabila diikuti juga semakin besar nilai kredit yang diajukan maka semakin besar risiko kredit bermasalah yang akan dihadapi. Secara teori dikatakan oleh Rakhmat Firdaus (2003) bahwa pertumbuhan kredit di sektor mikro dan menengah lebih cocok pada geografi desa atau masyarakt kecil. Penelitian yang dilakukan oleh Mamlucah menyatakan bahwa Bank Rakyat Indonesia lebih banyak berfokus pada sektor mikro. Maka penelitian ini sangta mendukung visi dan misi Bank Rakyat Indonesia.
c. Untuk menekan laju pertumbuhan kredit bermasalah maka diperlukan seorang petugas bank yang secara khusus bertugas mengawasi proses kredit dan membina para debitur. Di dalam PT. Bank Rakyat Indonesia, tbk sudah ada ketentuan seorang petugas bank yang menjalankan fungsinya sebagai pengawas dan pembinan debitur yang disebut mantri unit. Sesuai dengan namanya maka petugas bank tersebut bertugas di BRI Unit dan peran petugas bank membuktikan mampu menurunkan kredit bermasalah baik dari pengalaman yang sudah dilakukan seluruh BRI Unit maupun melalui kajian penelitian. Hal ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Rahmat Firdaus bahwa tanggung jawab seorang petugas bank adalah mengawasi dan membina para debitur dari proses mengajukan kredit sampai dengan lunas pembayaran angsuran. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rudjito (2005) menyatakan bahwa keberhasilan Bank Rakyat Indonesia dalam mempertahankan laju pertumbuhan non-performing laons adalah keberhasilan seluruh BRI Unit secara nasional dalam memaksimalkan peranan petugas bank (mantri unit) dalam membina dan mengawasi debiturnya. Peneliti mengamati dilapangan bahwa peranan petugas bank sangat penting. Karena dari tanggung jawab petugas bank pada BRI unit adalah mulai dari pengajuan kredit dari debitur, kemudian petugas bank mulai menilai agunan yang harus dibebankan kepada debitur, menyeleksi debitur mulai dari letak geografi debitur sampai dengan pendapatannya, selanjutnya tanggungjawab petugas bank adalah merekomendasikan berapa rupiah kredit yang harus diterima.
d. Hasil penelitian mendukung misi dari Bank Rakyat Indonesia dimana salah satu misi adalah ”Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan memprioritaskan pelayanan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk menunjang perekonomian masyarakat dan juga misi Bank Rakyat Indonesia yang akan menjadi BRI Micro Banking Kelas Dunia dan tetap fokus kepada pelayanan UMKM sampai ke desa-desa untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat kecil.


VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Penelitian ini menganalisis beberapa variabel-variabel yang terdapat dalam pengendalian manajemen yang mempengaruhi non-performing loans pada Unit-unit BRI di wilayah kerja Bank Rakyat Indonesia Tbk. Variabel-variabel bebas dikaji berdasarkan teori-teori manajemen keuangan dan beberapa penelitian terdahulu yang menjadi kajian penelitian maka ditetapkan variabel bebas yakni penilaian agunan, besaran kredit, lokasi dan petugas bank, untuk variabel terikatnya adalah non-performing loans
Hasil penelitian menyatakan terdapat pengaruh secara simultan variabel-variabel penilaian agunan, besaran kredit, lokasi dan petugas bank terhadap variabel non-performing laons, serta dapat diketahui terdapat keeratan yang kuat antara variabel bebas terhadap varaibel terikat. Di antara variabel-variabel penilaian agunan, besaran kredit, lokasi, petugas Bank diketahui variabel penilaian agunan, besaran kredit dan lokasi berpengaruh positif terhadap variabel non-performing loans dan variabel petugas bank berpengaruh negatif terhadap variabel non-performing loans. Variabel penilaian agunan merupakan variabel yang dominan. Dapat disimpulkan hipotesis pertama, hipotesis kedua dan hipotesis ketiga dapat diterima.
Penilaian agunan merupakan variabel yang mendapat perhatian khusus, karena agunan memberikan hak dan kekuasaan bank untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji. Kualitas agunan hendaknya dapat diterima adalah agunan yang mudah dijual tanpa mengalami kesulitan.
Semakin besar kredit yang diambil oleh debitur maka semakin besar agunan yang harus disediakan oleh para debitur. Untuk kredit dibawah tiga juta rupiah, PT. Bank Rakyat Indonesia, tbk memberikan kemudahan dengan tidak memberikan agunan. Maka diperlukan fungsi pengawasan terhadap kredit yang diajukan karena berhubungan dengan agunan yang harus disepakati bersama. Pihak bank tentu harus menilai agunan yang sesuai dengan nilai jual dan debitur juga bersedia memenuhi ketentuan apabila tidak mampu melunasi kreditnya.

Saran
Penulis memberikan dukungan kepada pihak manajemen Bank Rakyat Indonesia untuk fokus menyalurkan kredit pada masyarakat di lokasi desa dimana penyaluran kredit ini adalah sesuai dengan visi dan misi PT. Bank Rakyat Indonesia, tbk baik secara nasional sampai dengan ke tingkat pada BRI Unit.
Penelitian ini juga memberikan saran kepada manajemen Bank Rakyat Indonesia dipandang perlu menambah petugas bank. Penelitian ini memberikan perhatian kepada petugas bank yang secara khusus bertugas sebagai pembina dan pengawas dibidang kredit, dimulai dari saat pertama debitur mengajukan kredit, menilai agunan sampai dengan pelunasan. Petugas bank di tingkat BRI unit yang lebih dikenal dengan mantri unit, terbukti menjadi kunci sukses BRI Unit dalam membina para debitur dan menekan laju non-performing loans.




















DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sritua. (1993). Metodologi Penelitian Ekonomi, UI-Press, Jakarta

Arikunto, S. (1989). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, PT Bina Aksara, Jakarta.

Brawijaya, University. (2004). Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi. Universitas Brawijaya Malang.

Bank Indonesia, Kualitas Aktiva Produktif. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, No. 31/147/KEP/DIR/ 1999.

Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia. (2000). No. 2/11/PBI/2000 tentang Penetapan Status Bank dan Penyerahan Bank kepada BPPN. Jakarta.

Bank Indonesia, 1993. Bobot Penilaian Faktor dan Komponen Penilaian Kesehatan Bank, Surat Edaran No. 26/5/BPPP, 29 Mei 2003.

Majalah BisnisBank. (April 2005). Referensi Bisnis Perbankan dan Keuangan. Vol. 2. Tahun I.


Denda wijaya, Lukman. (2001). Manajemen Perbankan, Cetakan pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Eni Lisetyati. (1998). Analisis Laporan Keuangan Sebagai Alat Prediksi Kebangkrutan Bank. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Elliot, P.A. (1996). Buku Pegangan Untuk Manajer Bank, Pedoman untuk Manajemen Cabang, Bumi Aksara, Jakarta.

Firdaus, Rachmat. (2004). Manajemen Perkreditan, Bank Umum, Teori, Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap dengan Analisis Kredit, Alfabeta, Bandung.

Fauzi M. (2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi non performing loans pada Bank Tabungan Negara di Jawa Timur. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang.


Gujarati, Damodar. (1997). Ekonomtrika Dasar, Cetakan Kelima, Diterjemahkan oleh Sumarmo Zein, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Indrawati, Nur Khusniyah. (1996). Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Pengendalian Manajemen Pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Timur, tesis, Pasca Sarjana Studi Manajemen, Universitas Airlangga, Surabaya.


Mangkuatmodjo, Sogyarto. (1997). Pengantar Statistik. Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Mamluchah. (1998). Faktor-faktor Pengendalian Manajemen yang mempengaruhi Kinerja BRI Unit di Area Mikro Malang. Tesis Program Pasca Sarjana Unibraw.

Majalah InfoBank. (2005). Non-Performing Loans Masih Merupakan Bahasa Laten. Outlook 2005 The Promising Year. Biro riset Info Bank.

Muljono, Teguh P. (2001). Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersiil, BPFE, Yogyakarta.

Muchdarsyah, Sinungan. (2000). Strategi Manajemen Bank, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Mulyadi. (1999). Sistem Pengawasan dan Manajemen Kredit pada Bank-bank Go Public. Gadjah Mada University Press, IKAPI Jogjakarta.

Nishimura, Kiyohiko. (2001). The Disposal of Non-Performing Loans and Its Potential Influence, University of Tokyo, www.yahoo.com

Sabout, Helmy Vanoes. (1989). Efektifitas Pengendalian Manajemen Pada Perusahaan Manufaktur di Surabaya, thesis, Pasca Sarjana Studi Akuntansi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Surat Edaran (SE) Bank Indonesia. (1998). No. 31/148/KEP/Dir tentang Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif, Jakarta.

Sutaryono Paul. (2005). Gairah Bank Nasional Dalam UMKM dan Potensi Risiko Persaingan, Economic Review Journal. No. 200 Juni. www.google.com

Santika, I Putu, Ir., MM. (2005). Analisis Efisiensi Usaha Unit Bank Rakyat Indonesia Berdasarkan Metoda Data Envelopment Analysis (DEA), Studi Pada Bank Rakyat Indonesia Wilayah Kerja Malang). Tesis Program Pasca Sarjana, Unibraw.

Suyatno, Thomas. (2003). Dasar-dasar Perkreditan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis, Alfabela, Bandung.

Sutojo, Siswanto. (2002). Manajemen Terapan Bank, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Sekaran, Uma. (1984). Research Methods for Business: A Skill-Building Approach, Second Edition, John Wiley&Sons, Inc.

Tjoekam, Moh. (1999). Perkreditan, Bisnis inti bank komersial, Konsep teknik dan kasus. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Tjiptoadinugroho. (1994). Perbankan Masalah Perkreditan, Penghayatan, Analisis dan Penuntun, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.


Widayat, et all. (2002). Riset Bisnis. Penerbit Graha Ilmu.

जर्नल:ANALISIS VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN MANAJEMEN PERBANKAN

ANALISIS VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN MANAJEMEN PERBANKAN


John Agustinus
Dosen Tetap Program Studi Keuangan dan Perbankan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Port Numbay Jayapura




ABSTRAK
Dalam industri perbankan, terlebih lagi apabila bank tersebut berfokus pada penyaluran kredit, baik kepada korporat maupun Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), tentunya dihadapkan pada risiko. Hal ini sudah merupakan suatu yang biasa di manapun selalu terdapat adanya risiko, walaupun satu sama lainnya mempunyai bobot yang berbeda-beda. Begitu juga dalam pemberian kredit ada terkandung risiko yang perlu terlebih dahulu dipahami dalam proses perencanaan kredit, karena risiko ini juga akan menjadi kendala bagi keberhasilan proses perkreditan tersebut. Dalam penelitian ini menyarankan dalam menyalurkan kredit diharapkan melakukan pengendalian manajemen dengan cermat dan seefisien mungkin sehingga mampu menekan angka prosentase kredit macet (non-performing loans). Dimana dalam penelitian ini membuktikan bahwa nilai jaminan atau agunan harus jelas dan mempunyai nilai jual (pasar) yang tinggi. Sehingga apabila terjadi wanprestasi atas debitur (nasabah), permasalahannya relatif lebih cepat terselesaikan. Dengan kata lain bahwa dalam menyalurkan kredit yang terbaik bagi bank adalah melakukan collateral approach. Selain dari pada collateral approach yang dilakukan perbankan penelitian ini juga memberikan pendapat untuk mengcover risiko kredit yang mungkin timbul di sektor UMKM. Agunan memang memiliki nilai tambah tersendiri di dalam bisnis di sektor UMKM karena fisiknya yang nyata. Tetapi agunan bukanlah faktor yang akan mempengaruhi lancar tidaknya suatu kredit.
Kata Kunci: Pengendalian Manajemen dan Kinerja Keuangan
PENDAHULUAN
Sektor perbankan yang memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi dan penunjang sistem pembayaran merupakan variabel yang sangat menentukan dalam proses kebijakan ekonomi. Pertumbuhan kantor bank telah menambah pelayanan pada nasabah/pengguna bank, baik dari segi jenis dan media pelayanan maupun cakupan wilayah pelayanan perbankan. Pertumbuhan ini telah menyebabkan pula tingkat kompetisi yang semakin tinggi dalam dunia perbankan yang menuntut mereka untuk lebih kreatif dan inovatif dalam melayani nasabah, dan mencapai target perusahaan. Oleh karena itu para eksekutif dituntut untuk mampu berkreasi sebanyak-banyaknya dalam usahanya untuk memenangkan persaingan.
Dengan perkembangan yang makin pesat di sektor jasa, maka kegiatan operasi jasa makin meningkat dan pelaksanaannya harus dapat memberikan efektifitas tinggi. Tingkat efektifitas yang tinggi hanya dapat dicapai apabila operasi jasa dapat dilakukan dengan memberikan hasil yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu dan biaya murah. Sedangkan hasil operasi jasa sangat bervariasi sehingga sulit distandarisasi. Di Indonesia telah banyak dilakukan pembahasan pada industri perbankan mengenai keberhasilan yang dinilai berdasarkan kinerja keuangan. Dalam pembahasan ini penulis akan meneliti variabel-variabel yang menentukan keberhasilan manajemen perusahaan jasa perbankan berdasarkan variabel non finansial. Kabupaten Jayapura sebagai salah satu kota besar di Indonesia. Sebagaimana kota-kota besar lainnya, maka industri jasa juga berkembang pesat di kota ini. Khusus di sektor perbankan banyak dijumpai berdirinya bank-bank, baik bank pemerintah maupun swasta. Permasalahan dalam pembahasan ini adalah; apakah variabel Strategi, Struktur Organisasi, Sistem, Sumber Daya Manusia, Kepemimpinan, Agunan, Besaran Kredit, Lokasi, Petugas Bank dan Budaya Kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Kekeberhasilanan Manajemen Perusahaan Jasa Perbankan Kabupaten Jayapura dan apakah variabel tersebut juga berpengaruh parsial.
Sedangkan tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui pengaruh secara simultan dan parsial variabel-variabel Strategi, Struktur Organisasi, Sistem, Sumber Daya Manusia, Kepemimpinan, dan Budaya Kerja terhadap keberhasilan Manajemen Perusahaan Jasa Perbankan Kabupaten Jayapura

TINJAUAN PUSTAKA
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio perbandingan antara total capital dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Ketentuan besarnya CAR sebesar 8% yang diberlakukan oleh Bank Indonesia tolok ukurnya mengacu pada konsep Basel Committee on Banking Supervision (Basel I) dengan membagi modal (inti dan pelengkap) sebagai pembilang dan ATMR sebagai penyebut, yang diperoleh dari ratio perhitungan aktiva dikalikan dengan bobot risiko masing-masing aktiva.
Sedangkan pada Basel II dengan ratio tetap sama 8% tetapi diperoleh dengan membagi modal (inti pelengkap) sebagai pembilang dengan penjumlahan risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional sebagai penyebut. Kerangka CAR berdasarkan Basel II ini berlaku universal dan di implementasi mulai tahun 2004.
Rachmat Firdaus (2003: 45) menyatakan ketentuan lain yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang secara tidak langsung membatasi jumlah kredit yang diberikan adalah rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) atau Kewajiban Modal Minimum (KPMM). CAR adalah perbandingan antara jumlah modal yang dimiliki suatu bank dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Semakin besar kredit yang disalurkan, maka semakin besar pula ATMR bank yang bersangkutan, sehingga CAR akan menurun. Dengan demikian apanila bank akan mengadakan ekspansi/perluasan pemberian kredit, maka harus memperhatikan jumlah modal yang dimiliki saat itu yang berarti apabila CARnya sudah terbatas atau mendekati ketentuan minimal, maka expansi kredit tersebut harus dibarengi dengan permodalan tersebut.

PENGERTIAN ATMR (AKTIVA TERTIMBANG MENURUT RISIKO)
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah aktiva dalam neraca perbankan yang diperhitungkan dengan bobot prosentase tertentu sebagai faktor risiko (BRI 2003). Ketentuan berapa persen faktor risiko pada masing-masing aktiva sebagai dasar perhitungan ATMR telah ditentukan oleh Bank Indonesia sesuai Surat Edarannya nomor: 5/23/DPNP, tanggal 29 September 2003.
Terdapat 2 (dua) kelompok besar yaitu kelompok aktiva dan kelompok rekening administratif baik rupiah maupun valas. Pada kelompok aktiva juga sudah dipisahkan berdasarkan besarnya bobot risiko.
a. Kelompok aktiva yang mempunyai bobot risiko 0 (nol) % adalah:
1) Kas.
2) Tagihan pada bank sentral negara lain.
3) SBI.
4) Treasury bill negara lain.
5) SPBU yang oleh bank lain, pemerintah daerah.
b. Kelompok aktiva yang mempunyai bobot risiko 20 (dua puluh) adalah:
1) Tagihan pad&Bank lain.
2) Saham dan obligasi bank lain.
3) Kredit yang diberikan kepada bank lain pemerintah daerah.
c. Kelompok aktiva yang mempunyai bobot risiko 50 (lima puluh) adalah:
1) SWU yang diterbitkan oleh BUMN.
2) Saham dan obligasi yang diterbitkan oleh B.
3) KPR yang dijamin oleh hipotik pertama.
d. Kelompok aktiva yang mempunyai bobot risiko 100 (seratus) % adalah:
1) SWU yang diterbitkan oleh swasta.
2) Kredit yang diberikan kepada pihak lain.
3) Penyertaan.
4) Aktiva tetap.
5) Antar kantor aktiva.
6) Rupa-rupa aktiva.
Sedangkan rekening administrasi dikelompokkan dengan 6 bobot risiko 4, 10, 20, 25, 50 dan 100%.
a. Kelompok rekening administratif yang mempunyai bobot risiko 4 (empat) % adalah:
1) L/C yang masih berlaku atas permintaan bank lain, pemerintah daerah.
2) Exchange rate and interst rate contracts.
b. Kelompok rekening administratif yang mempunyai bobot risiko 10 (sepuluh) % adalah:
1) Kelonggaran tarik kredit bank lain, pemerintah daerah.
2) Jaminan bank yang diberikan atas nama bank lain, pemerintah daerah.
3) Jaminan bank bukan dalam rangka pemberian kredit atas permintaan bank lain, pemerintah daerah.
4) L/C yang masih berlaku atas permintaan BUMN.
c. Kelompok rekening administratif yang mempunyai bobot risiko 20 (dua puluh) % adalah: L/C yang masih berlaku pihak-pihak lainnya.
d. Kelompok rekening administrasi yang mempunyai bobot risiko 25 (dua puluh lima) % adalah:
1) Kelonggaran tarik kredit BUMN.
2) Jaminan bank BUMN, pemerintah daerah.
3) Jaminan bank bukan dalam rangka pemberian kredit BUMN, Pemerintah daerah.
e. Kelompok rekening administratif yang mempunyai bobot risiko 50 (lima puluh) %.
Berdasarkan kelompok bobot risiko masing-masing rekening yang mempengaruhi tinggi rendahnya ATMR tersebut merupakan standar baku yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, sehingga pihak perbankan tidak bisa menentukan sendiri-sendiri.
Pendapat ini didukung oleh Rachmat Firdaus (2003: 46) dalam bukunya ”Manajemen Perkreditan Bank Umum” menyatakan kebutuhan modal minimum dihitung berdasarkan besarnya ATMR yaitu ATMR aktiva neraca dan aktiva administratif sebagai berikut:
a. ATMR aktiva neraca diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko masing-masing poin aktiva neraca.
b. ATMR aktiva administratif diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan bobot risiko masing-masing point rekening administratif.
c. Rasio modal bank dihitung dengan cara membandingkan jumlah modal bank (yaitu modal inti ditambah modal pelengkap) atau modal kantor cabang asing (bagi bank asing) dengan total ATMR (Neraca ditambah administratif).
d. Dengan rasio kecukupan modal diatas dapat diketahui besarnya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia atau belum. Sebagaimana diketahui ketentuan yang berlaku bagi bank umum non devisa, CAR sekurang-kurangnya/minimum 8%. Untuk bank umum devisa seyogyanya harus lebih tinggi dari 8% yaitu kira-kira 12%.

MENGGUNAKAN DATA DALAM BENTUK RASIO
Ada beberapa hal yang mendorong para peneliti menggunakan data dalam bentuk rasio keuangan, yaitu:
1) Untuk mengendalikan efek perbedaan ukuran antar perusahaan dan antar periode.
2) Untuk lebih memuaskan asumsi yang dituntut oleh beberapa alat analisis statistik, misalnya analisis regresi.
3) Untuk menggali teori mengenai rasio keuangan.
4) Untuk memanfaatkan keteraturan empirik yang diobservasi antara rasio keuangan dengan estimasi/prediksi variabel yang diminati (misalnya risiko sekuritas atau kemungkinan perusahaan menjadi gagal).
Penggunaan rasio keuangan untuk mengendalikan efek perbedaan ukuran antar perusahaan dan antar periode seharusnya tidak menghalangi penggunaan variabel ukuran perusahaan dalam model, karena berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa untuk studi mengenai kebangkrutan frekuensi kegagalan lebih tinggi pada perusahaan kecil daripada perusahaan besar. Oleh karena itu adalah penting untuk memasukkan variabel ukuran perusahaan ke dalam model prediksi kegagalan.
Kriteria Penilaian Bank Sehat
Penentuan kriteria sehat oleh Bank Indonesia adalah CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning Power, Liquidity) dan bobot untuk masing-masing diatur oleh Bank Indonesia melalui paket kebijakan perbankan tanggal 23 Pebruari 1991 yang disempurnakan dalam paket 29 Mei 1993 (SE No. 26/5/BPPP) sebagai berikut:













Tabel
Bobot Penilaian Faktor dan Komponen Penilaian Kesehatan Bank

Faktor yang dinilai Komponen Bobot

1. Permodalan Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) 25%


2. Kualitas Aktiva Produktif a. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif.
b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva
Produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan

30%
a. M. Permodalan
b. M. Aktiva
3. Manajemen c. M. Umum 25%
d. M. Rentabilitas
e. M. Likuiditas
4. Rentabilitas a. Rasio laba terhadap total asset 10%
b. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional
5. Likuiditas a. Rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancer 10%
b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima
Sumber: BisnisBank: 2005
Nilai kredit hasil penilaian kuantitatif terhadap lima faktor di atas (aspek CAMEL) beserta komponennya kemudian dijumlahkan, sehingga diperoleh penilaian faktor yang dikuantifikasikan. Selanjutnya nilai kredit tersebut dapat ditambah atau dikurangi dengan nilai kredit yang berasal dari pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian tingkat kesehatan bank. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan kredit usaha kecil (KUK), kredit ekspor, batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dan posisi devisa netto, akan dikenakan sanksi yang dapat mempengaruhi lingkat kesehatan bank. Nilai kredit secara keseluruhan diperoleh atas dasar hasil penilaian kuantitatif lima faktor dan komponen-komponennya serta nilai kredit pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang ada. Berdasarkan nilai kredit secara keseluruhan, maka ditetapkan 4 golongan predikat kesehatan bank sebagai berikut:


Tabel
Predikat Bank
Nilai Kredit Predikat
81 – 100 Sehat
66 - < 81 Cukup sehat
51 - < 66 Kurang sehat
0 - < 51 Tidak sehat
Sumber: BisnisBank: 2005
Lebih lanjut diatur bahwa predikat tingkat kesehatan bank yang sehat atau cukup sehat, atau kurang sehat akan diturunkan menjadi tidak sehat apabila dijumpai salah satu atau lebih dari hal-hal sebagai berikut:
1) Perselisihan intern yang diperkirakan akan menimbulkan kesulitan dalam bank yang bersangkutan.
2) Campur tangan pihak-pihak di luar bank dalam kepengurusan (manajemen) bank, termasuk didalamnya kerja sama yang tidak wajar yang dapat mengakibatkan salah satu atau beberapa kantornya berdiri sendiri.
3) Window dressing dalam pembukuan dan atau laporan bank secara material dapat berpengaruh terhadap keadaan keuangan bank, sehingga mengakibatkan penilaian keliru terhadap bank.
4) Praktik "bank dalam bank" atau melakukan usaha bank di luar pembukuan bank.
5) Kesulitan keuangan yang mengakibatkan penghentian sementara atau pengunduran diri dari keikutsertaannya dalam kliring (Bank Indonesia, SE No. 26/5/BPPP 29 Mei 1993).

HUBUNGAN PENGENDALIAN MANAJEMEN DENGAN NPLs
Pengendalian manajemen (Anthony: 1992) adalah semua metode, prosedur dan sarana termasuk sistem pengendalian manajemen, yang digunakan untuk memastikan dipatuhinya kebijakan dan strategi organisasi. Pengendalian manajemen adalah sistem atau alat untuk mengimplementasikan strategi (Anthony-dan-Govindarajan, 1998).
Keberhasilan kinerja manajemen tidak terlepas dari pengendalian manajemen, baik unsur-unsur yang tergabung dalam struktur maupun unsur-unsur yang tergabung dalam proses pengendalian manajemen sebagaimana temuan dari Sabout (1989: 20) dan Indrawati (1996: 15) bahwa variabel-variabel pengendalian manajemen berpengaruh terhadap efektifitas pengendalian manajemen.
Kemudian untuk proses pengendalian manajemen kredit acuan yang dipergunakan adalah pendapat yang dikemukakan oleh Anthony et al (1992), Yaitu (a) Nilai agunan (collateral) (b) Sistem wilayah (c) Jumlah kredit yang disalurkan (d) Petugas kredit (Account Officer).
Sinungan (2000: 11) tingginya resiko kredit dikarenakan keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan. Terlalu mudah memberikan kredit yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan, konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang berisiko tinggi, kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman, lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit, lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas debitur lama. Faktor kedua yang berasal dari pihak debitur yaitu: adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani.
Apabila masing-masing variabel pengendalian manajemen berperan dengan baik diharapkan dapat mengamankan penerapan strategi usaha agar kegiatan tetap mengarah pada tujuan guna mencapai prestasi atau kinerja yang baik. Berarti struktur dan proses pengendalian manajemen berfungsi secara baik dan efektif akan berpengaruh baik terhadap Non-Performing Loans.

ANALISA TEORI – EFISIENSI KINERJA KEUANGAN
Beberapa analisa kinerja perbankan umumnya diukur berdasarkan rasio keuangan, seperti rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio, loan to deposit, rasio return on risked assets, net profit margin dan return on assets). Analisis yang berkaitan dengan rasio-ratio ini disebut sebagai analisis CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning and Liquidity). Banyak para peneliti-peneliti menggunakan rasio-rasio ini dikaitkan dengan tingkat kesehatan suatu bank dan dapat juga digunakan sebagai alat untuk meprediksi kesehatan suatu bisnis bank.
Alat ukur kinerja lainnya yang terkait dengan produktivitas suatu usaha perbankan adalah efisiensi. Tingkat efisiensi ini berkaitan dengan pendapatan dan bebannya atau sering disebut dengan efisiensi beban (cost efficiency). Beban (sebagai input) yang telah dikeluarkan oleh bank harus mampu memperoleh hasil (sebagai output) yang sesuai dengan beban tersebut.
Satye (2001: 34) mengembangkan suatu konsep penelitian yang dinyatakan dengan cost efficiensy dari suatu bank, dengan mengelompokan menjadi 2 (dua) bagian yaitu: technical component dan allocative component. Technical component adalah kemampuan bank untuk dapat memaksimalkan output dari satu input yang telah ditetapkan sebaliknya allocative efficiency adalah kemampuan dari satu bank untuk menggunakan input-input yang ada dalam proporsi yang paling optimal yang sesuai dengan masing-masing input.
Ukuran suatu kinerja keuangan mungkin masing-masing bidang memakai tolok ukur yang berbeda tergantung tujuan yang hendak dicapai. Kaplan dan Norton (1992: 21) mengatakan bahwa sistem pengukuran organisasi secara kuat berpengaruh terhadap perilaku pimpinan dan karyawan. Tidak ada ukuran tunggal yang dapat memberikan suatu target kinerja yang sangat jelas atau mefokuskan pada area bisnis yang kritis. Pimpinan menghendaki adanya suatu keseimbangan baik pada ukuran keuangan dan operasional. Anthony dan Govindarajan (1998) menyebutkan bahwa dalam implementasi strategi (sistem pengendalian manajemen) pengukuran kinerja meliputi finansial dan non finansial (balanced scorecard).
Balance scorecard melengkapi ukuran keuangan sebagai kinerja yang lalu dengan ukuran yang memicu kinerja yang akan datang (Kaplan et al., 1996). Tujuan dan ukuran scorecard berasal dari visi dan strategi organisasi. Tujuan dan ukuran kinerja perusahaan meliputi empat perspektif, yaitu: keuangan, pelanggan, proses internal bisnis serta belajar dan bertumbuh.
Dalam pembahasan ini hanya menampilkan tiga bentuk struktur organisasi yaitu: fungsional, geografis, dan divisi. Sementara untuk ketidakpastian lingkungan mengambil variabel dari lingkungan operasional perusahaan yang sebenarnya perusahaan masih dapat mempengaruhi keadaan tersebut. Kesimpulan pembahasan ini adalah merupakan hubungan-hubungan antara variabel keunggulan strategi fungsional, variabel struktur perusahaan dan ketidakpastian lingkungan dengan variable corporate strategi yang ada.
Rumelt (1982), meneliti tentang kinerja dan strategi diversifikasi. Pembahasan ini berusaha menunjukkan bahwa kesesuaian antara strategi dan struktur mempengaruhi kinerja. Adapun kesimpulannya menyatakan bahwa makin beragam bisnis perusahaan, makin besar kemungkinan perusahan tersebut menggunakan struktur multidivisi. Disamping itu juga ditentukan bahwa dari tahun 1949 sampai tahun 1969 penggunaan strategi bisnis produk tunggal dominasinya berkurang dan penggunaan strategi multidivisi meningkat.
Akhirnya pembahasan Rumelt menunjukkan bahwa kesesuaian antara strategi dan struktur mempengaruhi kinerja perusahaan. Selanjutnya dari tinjauan pembahasan terdahulu, penulis mengambil beberapa variable yang relevan digunakan di industri perbankan yaitu: Strategi, Struktur Organisasi, Sistem, Sumber Daya Manusia, Kepemimpinan, dan Budaya Kerja.
METODE PEMBAHASAN
Pembahasan ini merupakan pembahasan survai, dimana metode pembahasan ini dimaksudkan sebagai rancangan untuk mencari dan menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian hipotesis (eksplanatory research). Pembahasan ini dilakukan pada bank-bank umum nasional di wilayah kerjaKabupaten Jayapura yang berstatus kantor wilayah dan kantor cabang utama. Populasi pembahasan ini adalah bank-bank umum nasional di wilayah kerja Kabupaten Jayapura berstatus kantor wilayah, kantor cabang utama dan kantor cabang baik bank pemerintah maupun , dengan responden adalah para pimpinan dan kepala bagian atau top dan middle manajemen pada bank-bank yang menjadi obyek pembahasan. Seluruh populasi merupakan obyek pembahasan yang diambil dengan metode sensus. Total jumlah responden sebanyak 156 responden yang tersebar pada 26 kantor bank umum yang berstatus kantor wilayah, kantor cabang utama dan kantor cabang bank umum pemerintah Kabupaten Jayapura.
Data primer pembahasan ini diperoleh dari responden melalui pengisian kuesioner dan hasil wawancara dengan responden. Sedangkan data sekunder sebagian besar diperoleh dari Bank Indonesia Jayapura, dan dari beberapa media cetak maupun internet. Instrumen pembahasan yang digunakan dalam pembahasan ini adalah kuesioner yang berbentuk pertanyaan tertutup, wawancara langsung, dan studi dokumen di Bank Indonesia Jayapura. Dalam pembahasan ini analisis data yang digunakan adalah dan analisis regresi linier berganda.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Responden dalam pembahasan ini rata-rata berusia 25 – 45 tahun, yang mengindikasikan bahwa para Pimpinan bank tersebut masih berada pada usia yang produktif dan cukup matang dalam pengambilan keputusan. Sedangkan lama bekerja dari responden rata-rata sudah bekerja selama minimal 5 tahun di bank yang bersangkutan, mengindikasikan bahwa responden mempunyai loyalitas yang tinggi, dan kebanggaan sebagai bagian dari perusahaan, dan sudah berpengalaman di bidang jasa perbankan, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden telah mampu memecahkan kasus-kasus perbankan, khususnya yang terjadi di tempat ia bekerja. Pimpinan bank sebagian besar adalah berjenis kelamin pria, yang menunjukkan bahwa manajemen di industri perbankan masih didominasi oleh kaum pria. Dari tingkat pendidikan para Pimpinan tersebut paling banyak adalah S1 dengan prosentase 51,28 %. Yang berpendidikan S2 juga cukup banyak yaitu sebanyak 44,87 %, dimana hal ini mengindikasikan bahwa Pimpinan tersebut mempunyai kemampuan analisis yang baik yang mendukung fungsi kerjanya sebagai pengambil keputusan di perusahaan yang bersangkutan.
Sebelum data diolah, dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap instrument yang digunakan dalam pembahasan, dimana pengujian ini dilakukan terhadap 156 responden. Pengujian validitas dilakukan dengan mengkorelasikan item variabel terhadap total item-itemnya dengan menggunakan korelasi product moment. Nilai korelasi seluruh item lebih besar dari 0,361 (nilai r-tabel pada taraf signifikansi 5%) sehingga seluruh item dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Uji reliabilitas dalam pembahasan ini menggunakan metode Alpha Cronbach. Hasil pengujian reliabilitas mengindikasikan bahwa seluruh nilai Alpha di atas 0,6 maka seluruh variabel dikatakan reliabel dan dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa variabel kekompakan karyawan bukan penentu kekeberhasilanan manajemen. Hal ini juga didukung oleh hasil kuisioner dengan responden yang menyatakan bahwa variabel kekompakan karyawan bukan merupakan variabel yang mempengaruhi keberhasilan manajemen perusahaan.
ANALISIS REGRESI LINIER BERGANDA
Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang ditetapkan dalam pembahasan ini, baik secara parsial maupun simultan, dan sekaligus menguji hipotesis pembahasan yang telah ditetapkan sebelumnya. Data yang digunakan dalam analisis regresi linear berganda ini adalah data skor variabel. Adapun hasil pengolahan data dengan menggunakan analisis regresi berganda disajikan.
Persamaan Regresi
Analisis regresi ini digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh antara variabel bebas yaitu Nilai Agunan, Besaran kredit, Lokasi, Petugas Bank terhadap variabel terikat yaitu Non performing loans (Y). Dengan menggunakan bantuan SPSS for Windows ver 12.00 didapat model regresi:
Y = 0.371 + 0.423 X1+ 0.721 X2 + 0.493 X3 – 0.578 X4
Dari persamaan di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
 Non performing loans akan meningkat sebesar 0.423 satuan untuk setiap tambahan satu satuan (nilai agunan). Jadi apabila nilai agunan mengalami peningkatan 1 satuan, maka Non performing loans akan meningkat sebesar 0.423 satuan.
 Non performing loans akan meningkat sebesar 0.721 satuan untuk setiap tambahan satu satuan (besaran kredit), Jadi apabila besaran kredit mengalami peningkatan 1 satuan, maka Non performing loans akan meningkat sebesar 0.721 satuan.
 Non performing loans akan meningkat sebesar 0.493 satuan untuk setiap tambahan satu satuan (Lokasi). Jadi apabila lokasi mengalami peningkatan 1 satuan, maka Non performing loans akan meningkat sebesar 0.493 satuan.
 Non performing loans akan menurun sebesar 0.578 satuan untuk setiap tambahan satu satuan (petugas bank). Jadi apabila petugas mengalami peningkatan 1 satuan, maka Non performing loans akan menurun sebesar 0.578 satuan.
Berdasarkan interpretasi di atas, dapat diketahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat, antara lain nilai agunan sebesar 0.423, besaran kredit 0.721, lokasi bank sebesar 0.493, petugas bank -578. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai agunan, besaran kredit, lokasi berpengaruh positif terhadap Non performing loans. Dengan kata lain, apabila, nilai agunan, besaran kredit, dan lokasi meningkat maka akan diikuti peningkatan Non performing loans. Sedangkan petugas bank berpengaruh negatif terhadap Non performing loans. Artinya apabilia petugas bank meningkat maka akan diikuti penurunan Non performing loans. Hasil analisis regresi di atas menunjukkan bahwa faktor yang memberi pengaruh positif terhadap Non performing loans yang tersebar di kabupaten Jayapura hanya faktor nilai agunan, besaran kredit, dan lokasi, sedangkan faktor lain (petugas bank) memberikan pengaruh negatif terhadap Non performing loans.
Tabel
Hasil Analisis Regresi

Sumber : Data primer diolah
Untuk mengetahui diantara keempat variabel bebas tersebut berpengaruh paling dominan terhadap variabel terikat dapat dilihat dari nilai koefisien beta maing-masing. Koefisien beta merupakan nilai dari koefisien regresi yang telah distandarisasi dan fungsinya untuk membandingkan mana diantara variabel bebas yang dominan terhadap variabel terikat.
Dari Tabel dapat dilihat nilai koefisien beta untuk masing-masing variabel bebas tersebut adalah sebagai berikut :
 Nilai koefisien beta nilai agunan adalah 0.255
 Nilai koefisien beta besaran kredit adalah 0.411
 Nilai koefisien beta lokasi adalah 0.419
 Nilai koefisien beta petugas bank adalah -0.318
Sehingga dapat disimpulkan bahwa diantara keempat variabel bebas dalam penelitian ini yang dominan pengaruhnya adalah lokasi.
Dari analisa diperoleh nilai R (koefisien determinasi) sebesar 0.468. Artinya bahwa 46.8% variabel Non performing loans akan dijelaskan oleh variabel bebasnya, yaitu nilai agunan, besaran kredit, lokasi, dan petugas bank yang dapat dilihat pada Tabel. Sedangkan sisanya 53.2 % variabel Non performing loans akan dijelaskan oleh variabel-variabel yang lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Tabel
Koefisien Determinasi

Sumber: Data primer diolah
F test / Serempak
Pengujian F atau pengujian model digunakan untuk mengetahuii apakah hasil dari analisis regresi signifikan atau tidak, dengan kata lain model yang diduga tepat/sesuai atau tidak. Jika hasilnya signfikan, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sedangkan jika hasilnya tidak signifikan, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini dapat juga dikatakan sebagai berikut :
H0 ditolak jika F hitung > F tabel
H0 diterima jika F hitung < F tabel
Tabel
Uji F/Serempak

Sumber: Data primer diolah

Berdasarkan Tabel, nilai F hitung sebesar 9.462. Sedangkan F tabel (α = 0.05 ; db regresi = 4 : db residual = 43) adalah sebesar 2,588. Karena F hitung > F tabel yaitu 9.462 > 2.588 maka analisis regresii adalah signifikan. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Non performing loans dapat dipengaruhi secara signifikan oleh nilai agunan, besaran kredit, lokasi, dan petugas bank

t test / Parsial
t test digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Dapat juga dikatakan jika t hitung > t tabel atau -t hitung < -t tabel maka hasilnya signifikan dan berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Sedangkan jika t hitung < t tabel atau -t hitung > -t tabel maka hasilnya tidak signifikan dan berarti H0 diterima dan H1.
Tabel
Uji t / Parsial

Sumber: Data primer diolah

Berdasarkan Tabel diperoleh hasil sebagai berikut :
 t test antara nilai agunan dengan Y (Non performing loans ) menunjukkan t hitung = 2.082. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 43) adalah sebesar 2.017. Karena t hitung > t tabel yaitu 2.082 > 2.017 maka nilai agunan adalah signifikan. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Non performing loans dapat dipengaruhi nilai agunan.
 t test antara besaran kredit dengan Y (Non performing loans) menunjukkan t hitung = 3.238. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 43) adalah sebesar 2.017. Karena t hitung > t tabel yaitu 3.238 > 2.017 maka besaran kredit adalah signifikan. Hall ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Non performing loans dapat dipengaruhi besaran kredit.
 t test antara lokasi dengan Y (non performing loans) menunjukkan t hitung = 3.650. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 43) adalah sebesar 2.017. Karena t hitung > t tabel yaitu 3.650 > 2.017 maka gagasan adalah tidak signifikan. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Non performing loans dapat dipengaruhi lokasi.
 t test antara petugas bank dengan Y (Non performing loans) menunjukkan t hitung = -2.823. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 43) adalah sebesar 2.017. Karena -t hitung > -t tabel yaitu -2.823 > -2.017 maka petugas bank adalah signifikan. Hal inii berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Non performing loans dapat dipengaruhi petugas bank.



KESIMPULAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel apa sajakah yang mempunyai pengaruh pada Non performing loans. Dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah variabel faktor nilai agunan, besaran kredit, lokasi, dan petugas bank sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah Non performing loan.
Berdasarkan pada penghitungan regresi linier berganda, dapat diketahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat, antara lain nilai agunan, besaran kredit, lokasi, petugas Bank. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan (bersama-sama) tiap variabel bebas terhadap Non performing loans dilakukan pengujian dengan F-Test. Dari hasil analisis regresi linier berganda diperoleh nilai Fhitung. Hal tersebut berarti Fhitung lebih besar dari Ftabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti semua variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap Non performing loans. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengujian terhadap hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel bebas terhadap variabel keputusan pembelian dapat diterima.
Untuk mengetahui pengaruh secara individu (parsial) variabel bebas (nilai agunan, besaran kredit, lokasi, petugas Bank) terhadap Non performing loans dilakukan dengan pengujian t-Test. Dari hasil analisis regresi linier berganda diperoleh nilai statistik t variabel nilai agunan, besaran kredit, lokasi, petugas Bank, berarti bahwa keempat variabel bebas berpengaruh significant secara partial terhadap Non performing loans. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel lokasi yang mempunyai pengaruh dominan terhadap Non performing loans,. Dilihat dari koefisien beta, variabel lokasi mempunyai pengaruh yang paling dominan diantara variabel bebas lainnya.
Hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel strategi, struktur organisasi, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, dan budaya kerja secara simultan berpengruh signifikan terhadap keberhasilan manajemen perusahaan jasa perbankan di Kabupaten Jayapura. Selain secara bersama-sama, variabel-variabel tersebut juga secara parsial berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan manajemen perusahaan jasa perbankan di Kabupaten Jayapura.

SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan, hasil analisis dan pembahasan serta kesimpulan yang telah dikemukakan di atas maka dapat disarankan bahwa untuk mencapai keberhasilan manajemen perusahaan jasa perbankan diharapkan dapat melakukan orientasi terhadap lingkungan ekstern, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menjadi lebih kreatif dan aktif dalam penyelesaian tugas, manajemen resiko yang lebih mantap dan penggunaan Sistem Informasi Manajemen yang lebih efektif dan efisien, memperhatikan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan peran aktif pimpinan, serta meningkatkan budaya kerja yang positif di dalam organisasi. Bagi para Pimpinan dalam hal pengambilan keputusan untuk lebih memperhatikan orientasi terhadap lingkungan eksternal dan implementasinya karena hal ini mempunyai pengaruh yang dominan terhadap keberhasilan manajemen, karena terkait dengan hubungan organisasi dengan pihak lain, seperti pesaing, masyarakat umum, dan badan lainnya.
Bagi pemerintah yaitu untuk lebih memperketat pengawasan bagi manajemen perusahaan jasa perbankan, karena dengan adanya manajemen yang baik maka akan meningkatkan produktivitas dan pelayanan yang semakin baik, sehingga akhirnya akan menciptakan bank yang sehat yang akan mendukung perekonomian yang kuat pula. Karena adanya berbagai keterbatasan pembahasan yang disebabkan kondisi di lapangan, maka perlu diadakan pembahasan lanjutan yang bisa meneliti topik ini dengan menggunakan alat analisis dan obyek yang berbeda dengan cakupan yang lebih luas serta menggunakan variabel selain dari strategi, struktur organisasi, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, agunan, besaran kredit, lokasi, petugas bank dan budaya organisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Robert N dan Vijay Govindarajan. (1998). Manajemen Control System, Ninth Edition, USA: Mc-Graw-Hill Companies.

Anthony, Robert N., John Dearden dan Norton M. Bedford. (1992). Manajement Control System, 6th Edition, terjemahan Agus Maulana, Jilid I, Cetakan pertama, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Anthony, Robert N., John Dearden dan Norton M. Bedford. (1993). Manajement Control System, 6th Edition, terjemahan Agus Maulana, Jilid II, Cetakan pertama, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Avery, Robert B & Gerald A. Hanweck. (1984). A Dynamic Analysis of Bank Failures, Bank & Structure and Competition, Conference Proceedings, Federal Reserves Bank of Chicago.

Arief, Sritua. (1993). Metodologi Penelitian Ekonomi, UI-Press, Jakarta
Arikunto, S. (1989). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, PT Bina Aksara, Jakarta.

Algifari, (2000). Analisis Regresi Teori, Kasus, dan Solusi Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta.

Bank Indonesia, Kualitas Aktiva Produktif, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, No. 31/147/KEP/DIR/ 1999.

Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia. (2000). No. 2/11/PBI/2000 tentang Penetapan Status Bank dan Penyerahan Bank kepada BPPN. Jakarta.

Bank Indonesia, 1993. Bobot Penilaian Faktor dan Komponen Penilaian Kesehatan Bank, Surat Edaran No. 26/5/BPPP, 29 Mei 2003.

Majalah BisnisBank. (April 2005). Referensi Bisnis Perbankan dan Keuangan. Vol. 2. Tahun I.

Davis, Duane&Robert M. Cosenza. (1997). Business Research for Decision Making. Wadworth Publising, Belmont.

Denda wijaya, Lukman. (2001). Manajemen Perbankan, Cetakan pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Eni Lisetyati. (1998). Analisis Laporan Keuangan Sebagai Alat Prediksi Kebangkrutan Bank. Thesis Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Elliot, P.A. (1996). Buku Pegangan Untuk Manajer Bank, Pedoman untuk Manajemen Cabang, Bumi Aksara, Jakarta.

Firdaus, Rachmat. (2004). Manajemen Perkreditan, Bank Umum, Teori, Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap dengan Analisis Kredit, Alfabeta, Bandung.

Foster, George. (1986). Financial Statement Analysis, Second Edition, Prentice Hall Internasional.

Gujarati, Damodar N. (1995). Basic Econometric. McGraw-Hill, Singapura.
John Vong (1997). Mengukur Kinerja Model Rajawali, Info Bank, Edisi Pebruari No. 206/1997, hal. 78 – 79.

Jagtiani, Julapa A. (2003). Non-Performing Loans Of The Banking Sector Decline Sharply. www.google.com dan www.yahoo.com

Mangkuatmodjo, Sogyarto. (1997). Pengantar Statistik. Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Mamluchah. (1998). Faktor-faktor Pengendalian Manajemen yang mempengaruhi Kinerja BRI Unit di Area Mikro Malang. Tesis Program Pasca Sarjana Unibraw.

Majalah InfoBank. (2005). Non-Performing Loans Masih Merupakan Bahasa Laten. Outlook 2005 The Promising Year. Biro riset Info Bank.

Mingo, John J. (2000). Policy Implications of The Federal Reserva Study of Credit Risk Models at Major US Banking Institutions, Journal of Banking & Finance 24 (2000) 15-33, www.elsevier.com/locate/econbase.

Muljono, Teguh P. (2001). Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersiil, BPFE, Yogyakarta.

Meyer, Paul A., Howard W. Pifer. (1970). Prediction Of Bank Failure, Journal of Finance, June.

Maciariello, Joseph A. (1984). Management Control Systems. Englewood Cliffs, Prentice-Hall Inc, New Yersey.

Maciariello, Joseph A. dan Calvin J. Kirby. (1994). Management Control Systems. Englewood Cliffs, Prentice-Hall Inc, New Yersey.

Muchdarsyah, Sinungan. (2000). Strategi Manajemen Bank, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Mulyadi. (1999). Sistem Pengawasan dan Manajemen Kredit pada Bank-bank Go Public. Gadjah Mada University Press, IKAPI Jogjakarta.

Sabout, Helmy Vanoes. (1989). Efektifitas Pengendalian Manajemen Pada Perusahaan Manufaktur di Surabaya, thesis, Pasca Sarjana Studi Akuntansi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sartono, R. Agus. (2000). Ringkasan Teori Manajemen Keuangan, Edisi 3, BPFE, Yogyakarta.

Surat Edaran (SE) Bank Indonesia. (1998). No. 31/148/KEP/Dir tentang Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif, Jakarta.

Sutaryono Paul. (2005). Gairah Bank Nasional Dalam UMKM dan Potensi Risiko Persaingan, Economic Review Journal. No. 200 Juni. www.google.com

Suyatno, Thomas. (2003). Dasar-dasar Perkreditan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sinkey, Joseph F. (1975). Multivariate Statistical Analysis of The Characteristics of Problems Banks, Journal of Finance, March.

Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis, Alfabela, Bandung.

Sutojo, Siswanto. (2002). Manajemen Terapan Bank, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Sekaran, Uma. (1984). Research Methods for Business: A Skill-Building Approach, Second Edition, John Wiley&Sons, Inc.

Tjoekam, Moh. (1999). Perkreditan, Bisnis inti bank komersial, Konsep teknik dan kasus. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Tjiptoadinugroho. (1994). Perbankan Masalah Perkreditan, Penghayatan, Analisis dan Penuntun, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Widayat, et all. (2002). Riset Bisnis. Penerbit Graha Ilmu.