Rabu, 25 Juni 2008

जर्नल:MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA:

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA:
ANALISIS TEORI MANAJEMEN PENDIDIK BERDASARKAN FUNGSI PELAYANAN

ABSTRAK:We can pray, anywhere and anytime this side of a lost eternity. Prayer isn’t getting done what you want done but getting done what God wants done. If we get done what God wants done, we all have accomplished what ought to be done, and what we all be satisfied with when God has His way in all affairs. God way is always the best way. Christ prayed that the bitter cup wrath might be removed from His lips: “He said, Abba, Father, all things are possible unto thee; take away this cup from me; nevertheless, not what I will, but what thou wilt.” The voice of the prophet blocked up the path of this prayer.
Do not be afraid to talk to God. How often we have prayed, yet it seemed as though our prayers did not ascend 3 feet because we wanted to get the answer our way. “If you ask and received not, because you ask amiss, that you may consume it upon your lusts.” Take your burden to the lord, He will straighten it out for you, You will come away with the right answer, The important things is to be in such a state of mind as to be ready to receive God is answer in God is way.

Keywords: Alkitab, Pelayanan, Manajemen, Pedagogi, Andragogi, Sinergogi

PENDAHULUAN
Kualitas manusia yang bagaimanakah yang diperlukan untuk ikut serta dalam arus besar ekonomi baru abad 21 dalam era globalisasi dan lebih spesifik terhadap otonomi khusus di Provinsi Papua? Pertanyaan ini harus dijawab oleh setiap komponen yang berkaitan dengan bidang pendidikan. Seperti telah dikatakan bahwa kualitas aparatur pemerintah yang dinginkan dalam merealisasikan otonomi khusus adalah mereka yang berperan sebagai motor penggerak, memiliki dedikasi dan rasa pengabdian terhadap masyarakat. Didalam skenario manajemen baru diperlukan manusia berkualitas sebagai pemain atau subjek yang dapat menarik keuntungan dari perkembangan tersebut. Dalam era globalisasi diperlukan manusia yang handal dan mampu berkompetisi didalam berbagai bidang kehidupan. Secara umum dikatakan bahwa kualitas manusia yang diinginkan dalam abad ke 21 ini adalah yang mampu mengikuti arus besar manajemen baru yang dirinci atas :
(1) yang memiliki kreativitas;
(2) yang produktif;
(3) yang mampu berkompetisi.
Ketiga sifat tersebut merupakan suatu kesatuan dimana manusia yang kreatif dapat meningkatkan kemampuan produktivitasnya, dan produktivitas yang tinggi akan lahir dari suatu proses kompetisi. Pendidikan kreativitas membutuhkan suatu sistem pendidikan dan pembelajaran tertentu. Pendidikan pada kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia, pelaksanaannya cenderung menuangkan segala sesuatu kepada anak didik sehingga peserta didik tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Sistem pendidikan yang diterapkan secara tradisional pada masyarakat tradisional/agraris, dimana manusia merupakan kesatuan dengan alam lingkungannya, tidaklah memerlukan sikap kreatif sehingga produktivitasnya rendah. (terdapat hubungan serasi antara manusia dengan lingkungan tetapi tidak memberikan tempat bagi pengembangan produktivitas dan kreativitasnya).
Menurut Tjiptoherijanto (1995) tantangan dalam pengembangan sumber daya manusia dimasa depan adalah :
(1) Peningkatan kesejahteraan melalui industrialisasi dan peningkatan nilai tambah. Sasaran itu dicapai melalui investasi teknologi yang didukung oleh kemampuan bersaing secara global yang diwujudkan dengan menggunakan sumber daya manusia yang unggul yaitu menguasai keahlian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
(2) Fenomena yang bersumber dari globalisasi dimana kita sadar bahwa kita merupakan warga dari masyarakat global dan dilain pihak adanya dorongan untuk melestarikan dan memperkuat identitas kebangsaan (kedua arus kesadaran ini bersifat saling melengkapi). Dari segi perspektif manajemen dapat diambil manfaat melalui peningkatan daya saing dalam percaturan global.
(3) Akan munculnya penjajahan baru yaitu penjajahan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelemahan dari penguasaan IPTEK disebabkan oleh kelemahan kualitas sumber daya manusia dan merupakan ancaman nyata. Daya saing dapat ditingkatkan jika berhasil membangun manusia Indonesia yang tangguh dan yang memiliki kemampuan mendayagunakan produk teknologi bangsa lain dan mampu mengembangkan teknologi tepat guna bagi bangsa Indonesia.

Kemampuan belajar merupakan tiket menuju masa depan dan untuk menghadapi perubahan maka masalah yang kita hadapi adalah “bagaimana cara belajar” atau “belajar bagaimana cara belajar” sehingga terus mempunyai kemampuan yang meningkat dalam menjawab perubahan demi perubahan dan akhirnya terwujud dalam bentuk “nilai tambah” atau mutu kehidupan , baik individu, kelompok maupun organisasi. Terjadilah proses perlombaan belajar yang bersifat total dilakukan setiap individu, semua pihak secara keseluruhan.(White, Hodgson dan Crainer, 1996). Penciptaan nilai tambah menurut Handy (1995) adalah dengan menggabungkan 3 (tiga) faktor yaitu Ideas, information dan intelligence, menuju peningkatan kualitas.
Para pendidik cenderung memangkas teori agar dapat lebih diatur menjadi panduan sederhana. Kita beragumen bahwa terlalu rumit untuk memadukan teori-teori ini dan menjadikannya sederhana bahkan efektik sebagai pendekatan metodologi. Tetapi sesungguhnya cara orang dewasa memang rumit (kompleks).
Kerumitan cara pandang (Prespective Complexity)
Ada sebuah cerita dari pembangunan Katedral St. Paul yang megah di London. Seseorang bertanya kepada tiga orang pekerja tentang pekerjaan mereka. Yang seorang menjawab bahwa yang dikerjakannya adalah: “meletakan dan menyusun bata-bata.” Orang kedua menjawab bahwa ia sedang “mencari penghasilan untuk memberi makan keluarganya.” Sementara orang ketiga mengatakan, “Saya menolong Sir Christopher Wren membangun monumen mulia untuk kemuliaaan Allah.” Satu pekerjaan, tiga cara pandang.
William Draves mengemukakan bahwa orang-orang dewasa datang ke situasi belajar dengan prespektif besar (great prespective) yang rumit:
Ketika dua belas orang berjalan masuk ruang kelasmu untuk pertama kali, setiap orang akan datang dalam keadaan telah diperlengkapi oleh pengalaman-pengalaman, tingkah laku-tingkah laku, persepsi-persepsi dan ide-ide yang berbeda. Setiap orang akan mengorganisasi pikirannya secara berbeda, dan setiap orang akan menyerap pengetahuan dan ide-ide baru dengan caranya masing-masing.
Keadaan mental orang dewasa bukanlah sebuah papan tulis kosong, di mana kamu, sebagai guru, dapat menulis seperti yang kamu inginkan. Kepala pelajar dewasa juga bukan sebuah ember untuk kita isi dengan pengetahuan dan ide-ide. Papan tulis pelajar dewasa telah memiliki banyak pesan-pesan di atasnya, dan ember mentalnya telah hampir penuh. Pekerjaanmu sebagai guru bukan untuk mengisi sebuah tabula rasa, tetapi untuk menolong para partisipan untuk mengorganisasi kembali pikiran-pikran dan ketrampilan-ketrampilan yang mereka miliki. Sebuah prasyarat untuk menolong orang dewasa belajar adalah dengan memahami bagaimana mereka belajar.

Bagaimanapun, beberapa cara belajar yang bervariasi dengan pelajar secara pribadi sebagai penemu bukanlah karakteristik pendidikan. Kita cenderung menyediakan sebanyak mungkin data dan informasi kepada pelajar dewasa dengan asumsi bahwa semakin banyak data dan informasi yang kita berikan pasti akan menghasilkan pelajar dewasa yang hebat. Sayangnya tidak demikian, kebalikannya, hal itu akan menghasilkan informasi yang berlebihan yang mana akan mengakibatkan benih-benih ketidaktertarikan dan minat yang merosot dengan tajam. Pada masa ini orang-orang dewasa sangat terarah dengan waktu dan energi mereka, aktifitas-aktifitas yang kurang menjanjikan untuk menjadi penuh arti dalam kehidupanya memiliki prioritas yang kecil atau sama sekali bukan prioritas. Cara pandang individual yang rumit menuntut suatu filosofi pendidikan yang merefleksikan perbedaan ini.
Saat ini kita tidak akan mempelajari detil-detil dari teori-teori cara belajar dan psikologi pendidikan, tetapi kita ingin mendapat wawasan untuk mengetahui hal-hal yang menggerakkan orang dewasa belajar sebagai pijakan di mana para pendidik dapat membangun suatu metodologi mengajar.
SURVEYING THEORY
Ruang Lingkup Teori (Taiding)
J.R Kidd mengidentifikasi seluruh teori cara belajar orang dewasa dalam tiga kelompok:
1. Behaviorists (Thordike and Skinner)
2. Cognitists (Bruner, Ausebel, and Hunt)
3. Humanists (Erickson and Piaget)
Teori tanpa prektek yang efektif adalah kosong, praktek tanpa didasari teori adalah buta. Karena itu semua teori-teori ini harus diuji di dalam laboratium observasi fenomena belajar orang dewasa.




1. Behaviorists (Thordike and Skinner)
2. Cognitists (Bruner, Ausebel, and Hunt)
3. Humanists (Erickson and Piaget)


Sebagai pendidik kita harus menilai apa yang di sarankan oleh teori-teori ini tetapi juga membuat sintesa pemikiran mereka dengan apa yang Alkitab katakan tentang manusia dan apa yang kita amati sebagai fenomena-fenomena belajar.



Hal-hal mendasar yang Alkitabiah
Alkitab adalah satu-satunya otoritas. Berikut adalah apa yang Alkitab nyatakan tentang manusia (orang dewasa):





Mampu (Capable)














Biblical information about adult + Sintesa teori-teori cara belajar + Observasi Fenomena belajar orang dewasa = teori belajar terbaik untuk pedidik Kristen.
Pedagogi Versus Andragogi
Pedagogi: Sang guru adalah sang ahli dalam menguasai materi dan menyajikan informasi tersebut kepada pelajar yang secara pasif menyerap apapun yang diwajibkan.
Andragogi: didasarkan atas pengamatan terhadap fenomena belajar bahwa orang dewasa mempelajari apa yang mereka anggap penting, dan orang dewasa perlu berpartisipasi secara aktif dalam proses belejar.
Andragogi dipopulerkan tahaun 1800an oleh Malcolm Knowles sebagai reaksi atas ketidak puasan terhadap efektifitas pendekatan pedagogi.
Andragogi Versus Synergogi
Dalam prakteknya pendekatan Androgogi yang menjunjung tinggi bagaimana cara orang dewasa belajar diselewengkan oleh para pengikutnya dengan mengijinkan “orang buta menuntun orang buta”, dengan mengijinkan guru yang tidak ahli dalam materi yang diajarkan untuk mengajar.
Sinergogi: mengaplikasikan andragogi dengan menempatkan seorang nara sumber yang kompeten dalam pengalaman belajar orang dewasa.
Menganalisis psikologi
Tugas-tugas Perkembangan / Development Tasks (J. Havighurst)






Setiap manusia memiliki tugas-tugas perkembangan yang perlu dipenuhi dalam hidup mereka. Tugas-tugas yang berbeda dan terus berkembang tersebut muncul di waktu-waktu tertentu pada tiga tahap pengolongan usia dewasa.
Pencapaian yang sukses mendatangkan kebahagiaan, kegagalan mendatangkan ketidakbahagiaan, celaan masyarakat, dan kesulitan pada pencapaian tugas berikutnya perkembangan tugas ini membuka peluang “teachable moment”, yaitu saat tertentu di mana pencapaian tugas menjadi begitu mendesak bagi seseorang sehingga membangkitkan motifasi untuk belajar dan untuk mendapatkan hasil yang efektif dari pendidikan.



Hirarki kebutuhan
Self actualization
Self esteem
Belongingness
Safety needs
Physical needs

Abraham Maslow mengamati bahwa setiap orang mencari self-atualization, tetapi hanya apabila kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi. Jika para pendidik Kristen bermaksud untuk membawa orang-orang dewasa kepada self-actualization (yang sama dengan konsep “sempurna” dalam Alkitab seperti yang telah kita pelajari sebelumnya), maka kita perlu dengan hati-hati memastikan bahwa kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi lebih dulu.
Elemen-elemen Motivasional
Enam hal yang secara umum memotivasi dan penting untuk orang dewasa belajar.
1. Attitude : pelajar harus memiliki suatu kepuasan di dalam setting belajar.
2. Needs : pengalaman belajar harus fokus atas apa yang orang dewasa merasa itu akan menjadi kebutuhannya.
3. Stimulation : pelajar harus merasa tertantang bahwa pengalaman ini akan menghasilkan sesuatu bagi dirinya,
4. Affect : Ada kebutuhan-kebutuhan untuk dirasakan yaitu pelajar adalah, sesuai fakta, adalah orang yang berprestasi, orang yang maju, dan orang yang menang.
5. Competency : pelajar secara aktual mengalami pengalaman-pangalaman yang asli dan penuh arti yang memenuhi kebutuhan akan kepuasan.
6. Reinforcement : ada umpan balik yang positif untuk prestasi pribadi.
Menemukan Prinsip yang dapat bekerja
Pendekatan Presepsi (Verduin dan Clark)
Semua tingkah laku muncul dari adanya persepsi-persepsi individu-individu yang pada saat tertentu mereka peragakan dalam tingkah laku mereka.
3 asumsi yang penting untuk pendekatan ini:
1. Semua tingkah laku adalah suatu hasil dari persepsi-persepsi.
2. Bahwa orang-orang dewasa akan memicu dirinya sendiri kepada apapun yang menjanjikan berarti bagi dirinya.
3. Bahwa orang-orang dewasa rindu untuk meningkatkan aktualisasi diri.

Ubah presepsi = ubah tingkah laku
Persepsi Dan Tingkah Laku






Ubah Persepepsi = ubah kepercayaan, nilai-nilai, kebutuhan-kebutuhan, dan pengalaman-pengalaman.

Tingkah laku dan Penafsiran





















Penafsiran Dan Bidang-bidang Pendidikan
3 bidang pendidikan:
1. kognitif Pengetahuan, pemahaman, aplikasi,analisa, sintesa, evaluasi
2. afektif Pengalaman, respon, menilai, menyimpan, pertumbuhan emosional
3. Psikomotor Mental, fisik, trial and error, pengalaman baru, adaptasi, pengorganisasian

Karena persepsi menghasilkan tingkah laku, hal itu dapat diaplikasikan kepada setiap bidang-bidang pendidikan ini. Persepsi orang dewasa dari kebenaran disetiap bidang-bidang ini menjadi progenitor tingkah laku di dalam setiap bidang-bidang ini.






Tingkah laku yang dihasilkan melalui ketakutan tidak akan menjadi internalized.
Merasakan Irama Belajar Orang Dewasa

1. Impostor syndrome Orang dewasa menjadi tidak percaya diri waktu memasuki suasana belajar
2, Emosi Pelajar dalam belajar lebih dipengaruhi oleh emosi daripada secara intelektual.
3. Tantangan Waktu yang signifikan muncul saat pelajar diperhadapkan terhadap tantangan.
4. Refleksi Pelajar merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk merefleksikan informasi yang di terima.
5. Fluktuasi yang meningkat Pelajar terombang-ambing ketika berusaha untuk memadukan (asimilasikan) informasi baru.
6. Hal-hal yang tidak diharapkan Pelajar sering mengekspresikan pengalaman paling penting dalam belajar ketika mendapatkan hal-hal yang tidak diharapkan
7. Komunitas belajar Komunitas belajar menyediakan sebuah elemen dalam penelitian dari pengalaman para pelajar yang muncul kepermukaan dengan pengulangan yang tinggi


PENDIDIK MERUPAKAN SEORANG PELAYAN

Konsep-konsep Pelayanan
Ada dua konsep yaitu pertama: konsep panggilan untuk pelayanan dan konsep pelayanan itu sendiri. Konsep panggilan pelayanan: dibedakan menjadi dua yaitu panggilan umum dan panggilan khusus. Panggilan umum adalah bahwa semua orang Kristen dipangggil utk melayani. Namun di dalam Alkitab ada orang yang dipanggil secara khusus dan pelayanan mereka sangat menonjol, diurapi dan memberi dampak yang besar. Akan tetapi ada orang yang mengaku dipanggil secara khusus akan tetapi tidak memiliki dampak yg spektakuler sebagaimana yang lazim menyertai orang yang dipanggil secara khusus.
1. Fakta: Sebenarnya tidak ada istilah panggilan khusus dan umum di dalam Alkitab.
2. Akan tetapi ada orang tertentu yang dipanggil secara khusus (Ef 4:11-12) tentang lima fungsi pelayanan. Demikian juga dlm Perjanjian Lama dimana ada yg dipanggil secara khusus seperti Nabi, Imam, Suku Lewi dan para pengusung Tabut Perjanjian.
3. Berdasarkan pengamatan akan fakta ini maka secara konseptual muncul pemahaman istilah panggilan umum dan panggilan khusus.
Konsep pelayanan bagi seseorang adalah melalui “SPIRITUALITAS DAN PERTUMBUHAN ROHANI” Bertumbuh secara terus menerus dan memiliki kehidupan spiritual yang sehat merupakan suatu syarat mutlak dalam pelayanan kristen. Kehidupan spiritual adalah suatu kehidupan yang diberikan dan dikerjakan oleh Roh Kudus di dalam kehidupan seseorang. Pengembangan spiritual merupakan interaksi antara Roh Kudus dengan orang percaya. Dengan demikian pertumbuhan rohani seseorang tidak bisa terlepas dari peranan Roh Kudus. Dimana peran Roh Kudus dalam pelayanan adalah:
1. memerdekakan
2. lahir baru
3. penyucian
4. pemahaman rohani
Konsep pelayanan bagi kita juga memperhatikan MENGENALI DAN MEMELIHARA KARUNIA ROHANI dengan memiliki karunia rohani adalah:
1. Dasar pertama adalah kebenaran bahwa: Allah yang mencari kita. Dengan demikian maka karunia rohani (Giftedness) adalah merupakan anugerah Allah. Kesadaran ini akan menghindari terjadi kesombongan rohani.
2. Belajar berpikir seperti Allah; hal ini berarti kita menerima Firman Allah sebagai patokan kebenaran.
3. Mengembangkan kerendahan hati dengan cara terus menerus bergantung atau mengandalkan Allah.
4. Memelihara karunia dengan jalan menjaga motivasi yaitu kita harus memiliki motivasi kasih.
Sejarah pelayanan adalah pelayanan dimulai dengan pikiran Allah kepada gereja-Nya atau umat-Nya. Alkitab mengajarkan sebelum dosa masuk ke dunia, Allah lebih dahulu mengasihi umat-Nya sebelum Umat-Nya mengasihi Allah (1 Yohanes 4:10) 1 Yohanes 4:10 Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.
Allah telah merencanakan bahwa Yesus Kristus telah lahir di dunia dengan tujuan memberikan perdamaian dan pertobatan dari dosa dan membangun hubungan atau persekutuan yang kekal dengan Allah Bapa di sorga. Dengan kematiannya di Kayu Salib maka peristiwa tersebut merupakan bentuk pelayanan Yesus yang sangat sempurna di dunia ini untuk menggenapi rencana Allah yang besar kepada umat-Nya.
Sejarah pelayanan juga mencatat bahwa pelayanan di gereja dimulai dengan pelayanan Pentakosta. Bahwa segala bentuk pelayanan di dunia ini Allah selalu menyertakan Roh Kudus dalam tindakan-Nya. Allah telah memberikan teladan yang luar biasa kepada umat-Nya, Maka kita juga dalam pelayanan juga mengandalkan kuasa Roh Kudus. Di dalam Alkitab ada tiga kata Yunani yang memberikan definisi mengenai Konsep Pelayanan, yaitu: Diakonos , Hyperetes dan Leitourgos. Arti kata Pertama Diakonos adalah penjaga meja atau seorang yang melayani jamuan makan (Kis 6:2), kemudian Hy(u)perets adalah pelayanan seorang budak (Kis 13:5) dan Leitourgos adalah orang yang melayani satu negara atau di Bait Allah. Maka dapat disimpulkan dari ketiga kata tersebut adalah ”PELAYANAN” walaupun dilihat secara Harfiah mempunyai perbedaan makna kata. Hal utama dari ”PELAYANAN” adalah Yesus datang bukan untuk dilayani tapi untuk melayani (Matius 20:28). Jadi Yesus Kristus memberikan suri tauladan kepada kita semua untuk melakukan pelayanan.
Ada banyak teori yang memberikan kesaksian, bahwa Allah memberi kita Injil dan kemudian gereja dan selanjutnya para pelayan gereja. Dan masa kini konsep pelayanan mengatakan: gereja dibentuk oleh para pelayannya; gereja mengkotbahkan Injil demi perkembangannya (gereja) sendiri. Rasul Paulus memberikan kesaksian yang sangat luar biasa yang mengatakan tentang arti gereja bahwa gereja itu sendirilah yang merupakan tubuh Kristus (2 Kor 5:17-18) dan gereja adalah sejumlah orang tertentu sebagai anggota-anggota tubuh itu menampilkan fungsi-fungsinya dalam pelayanan.
Maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan dapat digunakan dalam pengertian luas dan sempit. Secara luas menunjuk kepada pelayanan yg dilakukan bagi/kepada Allah maupun manusia. Secara sempit istilah ini adalah pelayanan yang diakui secara resmi melalui orang-orang khusus (biasanya melalui penahbisan / pelantikan resmi) oleh gereja, misalnya pendeta. Pelayanan dalam gereja mempunyai sasaran yaitu untuk pembangunan individu-individu dengan tujuan kedewasaan tubuh Kristus.
Prinsip-prinsip Pelayanan
Prinsip-prinsip Pelayanan dalam Perjanjian Baru
1. Bahwa pelayanan itu tidak ada pola yang baku dalam gereja.
2. Elemen-elemen dalam program gereja mula-mula kelihatannya tidak ada.
3. Pelayanan harus didasarkan kepada kebutuhan umat.
4. Pelayanan harus berdasarkan keterlibatan seluruh anggota gereja.
5. Pada awal gereja harus menentukan wilayah-wilayah pelayanan berdasarkan panggilannya.
6. Gereja harus membangun keseimbangan antara penginjilan dan pengembalaan dalam program-program pelayanannya.
Maka dari enam prinsip pelayanan yang dikemukakan oleh Ray Anderson tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam melayani Tuhan baik di gereja maupun di persekutuan rohani lainnya, kita dituntut suatu kreatifitas dalam mengelola program-program yang akan dibuat. Tentunya program-program yang dibuat dalam melayani gereja adalah disesuaikan dengan kebutuhan jemaat. Karena kalau program yang dibuat berdasarkan ide-ide pribadi maka program tersebut tidak akan bisa dijalankan dengan maksimal. Dan tentunya dalam membuat program harus mengandalkan kehendak Tuhan terlebih dahulu melalui perantaraan kuasa Roh Kudus.
Filosofi Pelayanan
Filsafat memliki arti secara semantik yaitu filo dan sofia artinya cinta akan kebijaksanaan. Maka didalam filsafat meliputi arti dasar sebagai berikut:
1. berfikir secara mendalam
2. mempertanyakan pengertian-pengertian dan dasar-dasar pelayanan
3. sebagai pandangan dunia atau world view
4. pandangan dunia atau cara pandang kepada realitas
5. dunia empiris adalah segala sesuatu yang masuk dalam tangkapan indera manusia –paham naturalisme
6. pandangan dunia Alkitab juga memandang hal-hal yang bersifat rohani sebagai suatu realitas, misalnya malaikat, setan, iblis, dll.
Pendapat Robert Clinton memberikan suatu pandangan tentang filsafat pelayanan sebagai suatu kegiatan rohani yang dinamis dan selalu tanggap dengan perubahan. Seorang pemimpin harus mampu memiliki perkembangan karunia, karena pemimpin atau pelayan harus mempunyai karunia yang tepat untuk dirinya dengan perolongan Roh Kudus.
Filsafat pelayanan mencakup semua orang yang dengan rela hati dan bersandar pada kuasa Roh Kudus, maka pemimpin seperti ini dilihat bukan dari kesuksesannya dalam melakukan tugas kepemimpinan, melainkan sejauh mana buah-buah Roh yang dihasilkannya dari hubungannya dengan Tuhan Yesus dengan pelayanannya di dunia.
KESIMPULAN
Pendidik adalah seorang pelayan maka diperlukan suatu komitmen untuk memenuhi panggilan Roh, untuk menyucikan diri dan mengerjakan pekerjaan dengan baik. Para pelayan adalah manusia biasa, diciptakan peta, gambar Allah, untuk berkomunikasi, bergaul akrab dengan Allah, agar manusia dapat mengekspresikan Allah, dan memelihara alam semesta. Akan tetapi keadaan manusia sekarang sangat terbatas setelah kejatuhan Adam ke dalam dosa yang merusak segala sesuatu. Melalui kematian Yesus, manusia beroleh kesempatan untuk bertumbuh dan dimuridkan dan dipimpin Roh Kudus. Setiap orang yang lahir baru, dimuridkan sudah menjadi bagian tubuh Kristus. Dengan demikian dapat menampilkan citra Allah melalui kehidupannya.
Kemampuan kita sebagai manusia yang melayani tidak terlepas dari peranan atau karya Roh Kudus. Oleh sebab itu kita harus menemukan jati diri agar tidak menyombongkan diri. Seorang pelayan yang rindu melayani dengan pertolongan Roh Kudus dan berhasil dalam program-programnya adalah dengan memperhatikan:
1. kerinduan intelektual
2. menjadi saksi
3. pembentukan/pembaharuan sosial
4. pelayanan pribadi dalam masa krisis
5. mendengar panggilan Tuhan.
6. Membantu mengembangkan wawasan kepribadian seorg pelayan:
Setiap manusia tidak terlepas dari kekuatan dan kelemahan. Ada sembilan kelemahan dan ada sembilan kekuatan atau buah Roh. Oleh sebab itu kehidupan kita sebagai manusia tidak boleh terlepas dari pertolongan Roh Kudus.
Daud memberikan ilustrasi yang sangat indah tentang Yesus, sebagai seorang gembala yang baik (Maz. 23:1-6). Metafora untuk menggambarkan hubungan kita dengan Yesus. Kita perlu meneladani Yesus utk menjadi gembala. Gembala (poimen), peimeniks, pelayanan penggembalaan. Semua orang di dalam gereja boleh melakukan pelayanan penggembalaan, tidak hanya pedeta atau staf pastoral. Suatu upaya menolong jemaat untuk memiliki pemahaman mengenai Yesus, pemulihan jiwa dan pendamaian.
Pelayan adalah seorang gembala yang sedang memperhatikan domba-dombanya, maka dari ilustrasi Daud dapat dikembangkan suatu pemikiran bahwa seorang pelayan adalah:
1. Pelayanan setiap waktu adalah memelihara seluruh jemaat dengan fungsi pelayan mewakili kehidupan Kristus utk menerima kuasa utk melayani. Membawa jiwa yg terhilang.
2. Pelayanan adalah tanggungjawab bersama sebagai komunitas.
3. Standar etika pelayanan ini adalah Firman Tuhan. Firman Tuhan sebagai sumber untuk mendidik dan memperlengkapi.
4. Segala sesuatu berpusat pada Kristus dalam hidup sehari-hari.
Yesus adalah contoh pendidik yang baik. Kita memberi perhatian kepada mereka yang berada diluar komunitas. Perhatian dimaksudkan untuk membawa mereka kepada Tuhan, bukan demi perhatian itu sendiri.



















DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Ray. A Theological Foundation for Ministry. Grand Rapids, MI: Eerdmans Publising Co., 1979.

Clinton, J Robert. The Making of a Leader. Colorado Springs, CO: Nav Press, 1988.

Gushee, David P dan Jacson, Walter C., (Eds). Preparing for Christians Ministry. Grand Rapids, MI: Baker Books.

Malprus, Aubrey. Maximizing Your Effectiveness. Baker Book House, 2003.

Malprus, Aubrey and Will Mancini. Building Leaders. MI: Baker Book House, 2004.
Agus Sujanto. Psikologi Perkembangan. Penerbit Rineka Cipta, 1977.
Duane Elmer. Pastoral Care.

Elisabet Hurlock. Psikologi perkembangan. Edisi kelima, penerbit Erlangga, 1980.

F.J. Monks, A.M.P. Knoers. Psikologi Perkembangan. Diterjamahkan oleh Siti Rahayu Haditomo, Penerbit Gadjah Mada University Press. 2004.

Kenneth Gangel&James Wilhoit. Pendidikan Kristen

Kenneth O. Gangel. Christian Education.

Laurance O. Richard. Membaca Alkitab Secara Kreatif.

Singgih Gunarsa. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Penerbit PT. BPK Gunung Mulia, 1997

Sugiyono, (2004), Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Ketujuh, Penerbit CV. Alvabeta, Bandung.

Elisabet Hurlock. Psikologi perkembangan. Edisi kelima, penerbit Erlangga, 1980.

F.J. Monks, A.M.P. Knoers. Psikologi Perkembangan. Diterjamahkan oleh Siti Rahayu Haditomo, Penerbit Gadjah Mada University Press. 2004.

Singgih Gunarsa. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Penerbit PT. BPK Gunung Mulia, 1997

Tidak ada komentar: